PenaMerahPutih.com
Headline Indeks Polkam

Pengungsi Muslim Rohingya Justru Rayakan Kudeta Suu Kyi oleh Militer Myanmar

Suu Kyi dikudeta militer
Aung San Suu Kyi dan Panglima Tertinggi Tatmadaw Jenderal Min Aung Hlaing. (AP – Aung Shine Oo)

Jakarta, pmp – Para pengungsi muslim Rohingya yang menyelamatkan diri meninggalkan tanah kelahirannya di Rakhine Myanmar ke Bangladesh, merayakan penahanan pemimpin de facto Myanmar Aung San Suu Kyi (75) oleh militer dalam upaya kudeta pada Senin dini hari (1/2/2021).

“Dia (Suu Kyi) adalah alasan di balik semua penderitaan kami. Jadi mengapa kami tidak merayakannya?” kata Farid Ullah, pemimpin muslim Rohingya di pengungsian Bangladesh seperti dirilis CNN Indonesia.

Sementara Mohammad Yusuf, pemimpin pengungsi muslim Rohingya di Kamp Balukhali mengatakan, Suu Kyi sebagai penerima Nobel Perdamaian Dunia pada tahun 1991 dan penasihat negara dan pemerintah yang berkuasa, sempat menjadi harapan kaum muslim Rohingnya saat mereka menghadapi kebrutalan militer Myanmar tiga tahun lalu.

“Dia (Suu Kyi) adalah harapan terakhir kami saat itu. Tetapi ternyata dia mengabaikan penderitaan kami dan justru mendukung genosida terhadap Rohingya,” kata Mohammad Yusuf.

Beberapa pengungsi Rohingya bahkan melakukan sujud syukur bersama atas penahanan Suu Kyi oleh militer.

“Jika saja otoritas kamp mengizinkan, anda akan melihat ribuan etnis Rohingya keluar kamp untuk pawai merayakan penahanan Suu Kyi,” kata Mirza Ghalib, pengungsi di kamp Nayapara kepada AFP.

Suu Kyi Bela Militer

Berdasarkan data PBB, sekitar 740 ribu warga etnis Rohingya yang beragama Islam terpaksa meninggalkan negara bagian Rakhine Myanmar pada Agustus 2017 untuk mengungsi ke Bangladesh karena ada upaya genosida terhadap mereka.

Suu Kyi yang saat itu menjadi penasihat negara atau state counselor justru membantah ada upaya pembantaian massal di Rakhine. Dia bahkan membela militer Myanmar dalam sidang atas kekejaman terhadap Rohingya di Pengadilan Kriminal Mahkamah Internasional pada tahun 2019. Sikap Suu Kyi seolah membiarkan berlarutnya pertikaian antara mayoritas penduduk Myanmar yang beragama Budha melawan Rohingya.

Kini, meski militer Myanmar pernah melakukan kekerasan terhadap Rohingya, para pengungsi justru melihat terbukanya peluang bagi mereka untuk pulang kembali ke kampung halaman karena militer sedang mendapat tekananan dunia internasional akibat kudeta yang dilakukan. Artinya bisa diharapkan militer bersikap melunak terhadap Rohingya.

“Tidak seperti pemerintah terpilih (Partai Liga Nasional untuk Demokrasi-NLD milik Suu Kyi), militer akan membutuhkan dukungan internasional untuk bertahan. Jadi kami berharap mereka akan fokus pada masalah Rohingya untuk mengurangi tekanan internasional,” kata Maung Kyaw Min, juru bicara Serikat Mahasiswa Rohingya.

Milter Myanmar yang disebut Tatmadaw, pada Senin dini hari, telah menahan Suu Kyi sebagai penasihat negara, juga Presiden Myanmar Win Myint serta sejumlah tokoh senior partai berkuasa NLD.

Beberapa jam setelah penahanan Suu Kyi dan para elit pemerintahan, Tatmadaw mengumumkan status darurat militer selama satu tahun melalui stasiun televisi militer Myawaddy TV.

Kudeta terjadi karena Tatmadaw yang sebelumnya telah berkuasa selama 60 tahun hingga 2011, sebelum kemudian terjadi reformasi yang berbuntut naiknya NLD ke pemerintahan melalui pemilu, menuding ada kecurangan dalam pemungutan suara pada pemilu November 2020 yang dimenangkan NLD.

Militer sebagai pendukung Partai Pembangunan dan Solidaritas Persatuan, pesaing NLD, telah mengklaim adanya 10 juta lebih pemilih palsu dan menuntut KPU Myanmar memberikan daftar peserta pemilu untuk diverifikasi.

Ketegangan pun meningkat begitu Panglima Tertinggi Tatmadaw Jenderal Min Aung Hlaing berpidato memperingatkan bahwa konstitusi negara dapat dicabut jika tidak ada respon atas pelaksanaan pemilu yang adil seperti dituntut militer.(gdn)