PenaMerahPutih.com
EkbisHeadlineIndeksMakro

Jaga Stabilitas Rupiah, BI 7-Day Reverse Repo Rate Tetap 3,5%

Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo.

Jakarta, pmp –  Bank Indonesia mempertahankan BI 7-Day Reverse Repo Rate (BI7DRR) sebesar 3,50%, suku bunga Deposit Facility sebesar 2,75%, dan suku bunga Lending Facility sebesar 4,25%.

“Keputusan hasil Rapat Dewan Gubernur (RDG) Bank Indonesia pada 19-20 April 2021 tersebut sejalan dengan perlunya menjaga stabilitas nilai tukar Rupiah dari dampak masih tingginya ketidakpastian pasar keuangan global, meskipun prakiraan inflasi tetap rendah,” kata Gubernur BI Perry Warjiyo pada presconf virtual, Selasa (20/4/2021).

Untuk mendukung pemulihan ekonomi nasional lebih lanjut, Bank Indonesia mengoptimalkan bauran kebijakan moneter dan makroprudensial akomodatif serta mempercepat digitalisasi sistem pembayaran.

Perry menyebutkan langkah BI memperkuat kebijakan nilai tukar Rupiah dengan tetap berada di pasar melalui triple intervention untuk menjaga stabilitas nilai tukar yang sejalan dengan fundamental dan mekanisme pasar.

“Melanjutkan penguatan strategi operasi moneter untuk mendukung stance kebijakan moneter akomodatif,” katanya.

BI akan meningkatkan penggunaan instrumen Sukuk Bank Indonesia (SukBI) pada tenor 1 minggu sampai dengan 12 bulan dalam rangka memperkuat operasi moneter syariah yang telah diberlakukan sejak 16 April 2021.

Baca Juga :   BI Implementasikan Tiga Akselerasi Eksyar Guna Pemulihan Ekonomi Inklusif

Kebijakan makroprudensial akomodatif dengan mempertahankan rasio Countercyclical Buffer (CCB) sebesar 0%, rasio Penyangga Likuiditas Makroprudensial (PLM) sebesar 6% dengan fleksibilitas repo sebesar 6%, serta rasio PLM Syariah sebesar 4,5% dengan fleksibilitas repo sebesar 4,5%.

“Perlunya memperkuat transparansi Suku Bunga Dasar Kredit (SBDK) perbankan secara lebih rinci (Lampiran), serta melanjutkan koordinasi dengan Pemerintah dan otoritas terkait untuk mendorong percepatan transmisi kebijakan moneter kepada suku bunga kredit perbankan, dan meningkatkan kredit/pembiayaan kepada dunia usaha,” tandas Perry.

Masa berlakunya kebijakan pricing SKNBI sebesar Rp1 dari Bank Indonesia ke bank dan maksimum Rp2.900 dari bank kepada nasabah dari semula berakhir 30 Juni 2021 diperpanjang menjadi sampai dengan 31 Desember 2021 untuk mendukung percepatan Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN).

Sementara terkait kebijakan QRIS untuk mendorong akselerasi digitalisasi ekonomi dan keuangan yang inklusif dan efisien, melalui peningkatan limit transaksi QRIS dari semula Rp2 juta menjadi Rp5 juta, berlaku sejak 1 Mei 2021.

Baca Juga :   Pemberdayaan Pesantren dan Model Bisnis ZISWAF Kunci Akselerasi Ekonomi Syariah

Sedangkan penurunan tarif MDR QRIS untuk merchant kategori Badan Layanan Umum (BLU) dan Public Service Obligation (PSO) dari 0,7% menjadi 0,4%, berlaku sejak 1 Juni 2021.

“BI memastikan keamanan, kehandalan, kelancaran, dan ketersediaan layanan Sistem Pembayaran dan Pengelolaan Uang Rupiah dalam menghadapi Hari Raya Idulfitri 1442 H,” katanya.

Penyelenggaraan promosi perdagangan dan investasi serta sosialisasi penggunaan Local Currency Settlement (LCS) bekerjasama dengan instansi terkait. Pada April dan Mei 2021 akan diselenggarakan promosi investasi dan perdagangan di Jepang, Singapura, Amerika Serikat, Tiongkok, Perancis, dan Inggris.

“Langkah-langkah tersebut merupakan bagian dari komitmen Bank Indonesia sebagai tindak lanjut sinergi kebijakan Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK),” ujar Perry.

Bank Indonesia terus memperkuat koordinasi kebijakan dengan Pemerintah dan KSSK, termasuk implementasi Paket Kebijakan Terpadu KSSK, untuk mempercepat penyaluran kredit/pembiayaan dari perbankan kepada dunia usaha pada sektor-sektor prioritas yang mendukung pertumbuhan ekonomi dalam rangka pemulihan ekonomi nasional.

Baca Juga :   Gubenur Khofifah Terima Uang TE 2022 Pertama di Jatim

Dengan langkah-langkah stabilisasi Bank Indonesia, pergerakan nilai tukar Rupiah relatif terjaga, di tengah ketidakpastian global yang masih tinggi. Nilai tukar Rupiah pada April 2021 (per 19 April) mencatat depresiasi 1,16% secara rerata dan 0,15% secara point to point dibandingkan dengan level akhir Maret 2021.

Perkembangan nilai tukar Rupiah tersebut seiring dengan masih berlangsungnya ketidakpastian pasar keuangan yang kemudian menahan aliran masuk investasi portofolio asing ke pasar keuangan domestik.

Dengan perkembangan ini, Rupiah sampai dengan 19 April 2021 mencatat depresiasi sekitar 3,42% (ytd) dibandingkan dengan level akhir 2020, relatif lebih rendah dari sejumlah negara berkembang lain, seperti Brazil, Turki, dan Thailand.

“Bank Indonesia terus memperkuat kebijakan stabilisasi nilai tukar Rupiah sesuai dengan fundamentalnya dan mekanisme pasar melalui efektivitas operasi moneter dan ketersediaan likuiditas di pasar,” pungkas Perry Warjiyo. (hps)