PenaMerahPutih.com
HeadlineIndeksNusantara

Muhammadiyah Haramkan Vape, NU Tampaknya Bakal Lebih Lentur

Merokok vape (Nypost)

Jakarta, PMP Pengurus Pusat (PP) Muhammadiyah haramkan vape atau rokok elektronik, sementara Nahdlatul Ulama (NU) tak ingin terburu-buru memberi fatwa. Muhammadiyah mempertegas sikap penolakan terhadap rokok, sementara NU selama ini lebih lentur.

Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) KH Said Aqil Siradj saat dimintai pendapat tentang fatwa vape haram yang dikeluarkan Majelis Tarjih dan Tajdid PP Muhammadiyah tertanggal 14 Januari 2020, menyatakan bahwa menjatuhkan hukum haram, halal, wajib, tidak boleh dilakukan sembarangan.

Oleh sebab itu, PBNU bakal membawa soal vape dalam  musyawarah ulama yang akan digelar 18 hingga 20 Maret 2020 mendatang. Kiai Said mengatakan, vape dapat dikatakan haram jika menggangu kesehatan seseorang. Jika tidak menimbulkan penyakit, masih dikatakan makruh atau dapat dianjurkan untuk ditinggalkan.

“Kalau tidak ada darurat penyakit, itu makruh. Tapi kalau sudah mengganggu kesehatan itu haram,” jelas Kiai Said, di Gedung PBNU, Jakarta, Sabtu (25/1/2020).

Majelis Tarjih dan Tajdid PP Muhammadiyah mengeluarkan fatwa haram terhadap vape melalui keputusan Nomor 01/PER/I.1/E/2020 tentang Hukum Merokok e-Cigarette, pada 14 Januari 2020, di Yogyakarta.

“Merokok e-cigarette hukumnya haram sebagaimana rokok konvensional,” kata anggota Majelis Tarjih dan Tajdid Wawan Gunawan Wachid, pada keterangan tertulis, Jumat (24/1/2020).

Ada lima alasan vape atau e-cigarette haram. Pertama, termasuk kategori perbuatan mengonsumsi khabā’iṡ (merusak/membahayakan). Kedua, merokok vape mengandung unsur menjatuhkan diri ke dalam kebinasaan, bahkan merupakan perbuatan bunuh diri secara cepat atau lambat sesuai Al Quran Surat (QS) Al-Baqarah (2: 195) dan QS An-Nisa’ (4: 29).

Ketiga, perbuatan merokok vape membahayakan diri dan orang lain yang terkena paparan uapnya, sebagaimana telah disepakati oleh para ahli medis dan para akademisi; Keempat, vape sebagaimana rokok konvensional diakui mengandung zat adiktif dan uasur racun yang membahayakan. Dampak buruk vape dapat dirasakan baik dalam jangka pendek maupun jangka panjang.

Kelima, berdasarkan logika qiyās aulāwi, keharaman vape lebih kuat dibandingkan rokok konvensional, di antaranya karena penggunaan vape tidak lebih aman dibandingkan rokok konvensional, sesuai fakta ilmiah yang menunjukkan tidak ada satu pun pihak medis yang menyatakannya aman dari bahaya.

Merokok vape dalam jangka waktu yang lama akan menumpuk jumlah nikotin dalam tubuh, juga ditemukan zat karsinogen. Termasuk membeli vape merupakan perbuatan tabżīr (pemborosan) sebagaimana diisyaratkan dalam QS Al-Isra (17: 26-27).

NU Maksimal Makruh

Terkait fatwa haram terhadap Vape, Ketua Asosiasi Vape  Indonesia (AVI) Johan Sumantri mengaku menghargai keputusan yang dibuat oleh PP Muhammadiyah.

“Ya yang pasti gini, wilayah agama itu bukan ranah kami, tapi kami sangat amat menghargai keputusan Muhammadiyah membuat keputusan tersebut. Dan kami terbuka kalau mereka ingin melakukan diskusi. Jadi kalau mereka butuh informasi, monggo kami terbuka banget,” kata Johan seperti dikutip detikcom, Jumat (24/1/2020).

Menurut Johan, fatwa haram penggunaan vape oleh Muhammadiyah bakal sama seperti rokok konvensional, di mana pada akhirnya pasar yang menentukan.

“Kita juga belum tahu nih, karena di Indonesia sendiri organisasi Islam bukan hanya Muhammadiyah, tapi ada juga NU. NU sendiri sampai detik ini tidak pernah mengharamkan rokok…,” paparnya.

Kira-kira bagaimana sikap para ulama NU terkait vape dalam musyawarah ulama mendatang?

Hal itu bisa dilihat sikap dari para kiai NU dan pengurus PBNU terkait rokok dan vape.

“Rokok itu mubah (boleh), sampai kiamat ulama NU tidak akan mengharamkan rokok…,” kata staf Dewan Halal PBNU, Kiai Arwani Faisal, pada 14 Oktober 2014.

Menurut Arwani, semua kiai NU pun telah sepakat memperbolehkan pengikutnya mengisap rokok. Meski para kiai NU sebenarnya juga mendukung upaya meminimalisir rokok. Hal itu dibuktikan ketika PBNU pada akhirnya menetapkan hukum makruh (jika ditinggalkan mendapat pahala, jika mengerjakan tidak mendapat dosa) terkait kegiatan merokok.

Menurut Kiai Arwani, PBNU melihat rokok tidak punya bahaya yang berlebihan terhadap kesehatan manusia sehingga tidak perlu dilarang secara berlebihan. Cukup sampai pada fatwa makruh.

“Kok kejam langsung bilang haram, ulama NU bilang tidak haram karena puluhan tahun merokok sehat-sehat saja. Kan tingkat bahayanya dilihat,” tegas Arwani.

Bahkan sebenarnya terkait vape, Ketua PBNU KH Marsudi Syuhud di tahun 2018, pernah membolehkan masyarakat merokok vape. Menurutnya, berdasarkan bahtsul masail NU tentang rokok, hukum rokok elektrik juga diperbolehkan.

Hukum rokok elektrik ataupun rokok konvensional tidak sampai pada tingkatan haram, tapi hanya makruh. “Kalau rokok di NU kan masih makruh. Ya maksimalnya makruhlah (vape),” ujar KH Marsudi seperti dikutip Republika.co.id, Sabtu (27/1/2018).

Forum Bahtsul Masail yang digelar Lembaga Bahtsul Masail (LBM) PBNU tahun 2011 juga menyatakan bahwa rokok hukumnya hanya sampai pada mubah dan makruh. Para ulama yang mengikuti forum ini menilai tidak ada dasar yang kuat untuk mengharamkan rokok, sehingga rokok elektrik pun juga boleh digunakan.

Kita tunggu saja, apakah fatwa terhadap rokok dan vape itu masih diamini para kiai NU pada musyawarah ulama Maret mendatang. (bhimo)