PenaMerahPutih.com
Headline Indeks Polkam

Kembalikan Spirit RUU Penghapusan Kekerasan Seksual Demi Lindungi Perempuan dan Anak

Stop Sexual Violence #SahkanRUUPKS
Mengajak masyarakat bergandeng tangan melawan kekerasan seksual melalui kampanye Stop Sexual Violence #SahkanRUUPKS.(HumasThe Body Shop® Indonesia)

Jakarta, pmp – Badan Legislatif DPR RI mengeluarkan naskah baru Rancangan Undang-Undang (RUU) Penghapusan Kekerasan Seksual (PKS) yang diubah menjadi RUU Tindak Pidana Kekerasan Seksual (TPKS) pada Senin 30 Agustus 2021, di mana telah dihapus 85 pasal dan lima jenis kekerasan seksual yang dinilai telah keluar dari substansi, spirit dan semangat utama untuk melindungi korban kekerasan utamanya perempuan dan anak.

Menyikapi hal itu, The Body Shop® Indonesia, Yayasan Pulih, Magdalene, Makassar International Writers Festival dan Yayasan Plan International Indonesia mengeluarkan pernyataan sikap bersama menyesalkan perubahan RUU PKS.

“Kami menyerukan kepada DPR RI agar mengembalikan RUU PKS seperti tujuan awal yaitu untuk melindungi korban kekerasan seksual,” kata Ratu Ommaya, Head of Values, Community & Public Relations The Body Shop® Indonesia, Sabtu (11/9/2021).

Menurut Ratu, tujuan awal RUU PKS adalah menciptakan sistem perlindungan bagi korban kekerasan seksual yang bersifat komprehensif untuk seluruh rakyat Indonesia agar terbebas dari segala bentuk kekerasan, terutama bagi kelompok rentan seperti perempuan dan anak.

Berikut “Pernyataan Sikap Bersama Hak Korban Terancam, Kembalikan Spirit Ruu Penghapusan Kekerasan Seksual yang Berpihak pada Korban” :

Semangat utama RUU PKS adalah membawa perubahan hukum dalam memberikan akses keadilan dan perlindungan bagi korban kekerasan seksual.

RUU PKS memiliki tiga sasaran utama yang akan diwujudkan, yaitu:

  1. Mencegah segala bentuk kekerasan seksual. Menangani, melindungi dan memulihkan korban.
  2. Menjamin terlaksananya kewajiban negara, peran keluarga, partisipasi masyarakat dan tanggung jawab korporasi dalam mewujudkan lingkungan bebas kekerasan seksual.
  3. Menindak dan memidanakan pelaku seperti yang tercatat dalam modul Komnas Perempuan.
Baca Juga :   The Body Shop® Beri Kado Istimewa untuk Selebrasi Momen Spesial Desember

Oleh karena itu kami mendesak DPR RI untuk memasukkan pemikiran-pemikiran maju dan konstruktif untuk melindungi korban kekerasan seksual, terutama perempuan dan anak pada isi naskah RUU PKS.

Kami, selaku barisan pendukung RUU PKS meminta Baleg DPR RI mendengarkan Pernyataan Sikap kami yang tertuang dalam poin- poin sebagai berikut :

  1. Mengembalikan judul RUU PKS seperti semula karena perlu disadari bahwa RUU TPKS versi Baleg DPR RI menyoroti penindakan kekerasan seksual tanpa berorientasi pada korban, sementara RUU PKS bersifat lebih komprehensif yang berfokus pada hak perlindungan dan pemulihan korban.
  2. Mengembalikan sembilan jenis kekerasan seksual sesusai naskah RUU PKS yang mengakomodir kepastian hukum bagi korban, di mana dalam RUU TPKS telah dipangkas menjadi hanya empat jenis. Lima jenis tindak pidana yang dihapus adalah perkosaan, pemaksaan perkawinan, pemaksaan pelacuran, pemaksaan aborsi, penyiksaan seksual dan perbudakan seksual.                                                            Ketiadaan pengakuan terhadap sembilan jenis kekerasan seksual, sama halnya mengabaikan pengakuan dan cerita korban sebagai pihak yang mengalami kekerasan seksual, serta mengabaikan hak korban untuk mendapatkan keadilan dan pemulihan secara komprehensif.
  3. Mengembalikan pasal yang memuat hak korban. Terdapat 85 pasal usulan masyarakat sipil yang dihilangkan dari naskah awal RUU PKS, salah satunya mengenai hak-hak korban kekerasan seksual. Padahal RUU PKS hadir dalam rangka menjawab kebutuhan korban akan jaminan perlindungan, penanganan dan pemulihan yang selama ini absen dari berbagai peraturan perundang-undangan yang hanya berorientasi pada pemenuhan hak pelaku.
  4. Memasukkan pasal atau klausul yang mengakomodasi perlindungan bagi Korban Kekerasan Berbasis Gender Online (KBGO) dan Penyandang Disabilitas. Semestinya hukum yang ada dapat mengakomodasi kebutuhan khusus yang berbeda-beda.                                                                                                                    Saat ini UU yang dianggap bisa dipakai untuk menangani kasus KBGO dan kasus dengan korban penyandang disabilitas –seperti UU ITE dan UU tentang Penyandang Disabilitas– belum cukup untuk secara spesifik melindungi dari tindak kekerasan seksual.
  5. Mendesak Baleg DPR RI mengembalikan kalimat yang tidak semestinya dihaluskan, seperti kata pemerkosaan yang diubah menjadi pemaksaan hubungan seksual, sebab pada dasarnya segala kekerasan seksual adalah hubungan seksual yang tidak didasari dengan persetujuan dalam keadaan bebas karena suatu faktor.
  6. Mendesak Baleg DPR RI membuka pintu diskusi bersama masyarakat berbagai kelompok termasuk anak yang selama ini belum pernah dilibatkan dalam membahas naskah. Kami berharap Baleg DPR RI bisa mengadakan ruang usulan atau diskusi terbuka bersama perwakilan anak/kaum muda penyintas kekerasan seksual melalui Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) di Baleg DPR RI.                            Harapannya melalui ruang diskusi tersebut dapat menjadi saluran untuk menyampaikan aspirasi dan masukan terkait ketentuan yang ada di dalam naskah awal RUU PKS.
  7. Mengajak publik turut serta menyamakan persepsi dan aspirasi dalam mendukung pengesahan RUU PKS. Kami mengajak seluruh masyarakat untuk bergandeng tangan bersama dalam melawan kekerasan seksual melalui kampanye Stop Sexual Violence #SahkanRUUPKS.
Baca Juga :   Hadiahi Orang Tersayang, The Body Shop Rilis Edisi Spesial Natal dan Tahun Baru

Kami memiliki microsite www.tbsfightforsistehood.co.id yang bisa menjadi salah satu wadah ruang aman dari kekerasan seksual, di mana para penyintas bisa berbagi cerita dan saling menguatkan satu sama lain.

Masyarakat juga dapat berpartisipasi dalam pengesahan RUU PKS dengan mengisi petisi pada microsite. Suara masyarakat sangat berharga demi masa depan Indonesia tanpa kekerasan seksual. Bersama kami harap bisa menguatkan penyintas kekerasan seksual melalui jaringan dan kolaborasi lintas sektor yang ada.

Demikian pernyataan sikap ini kami sampaikan sebagai bentuk solidaritas kepada para korban kekerasan seksual.(hps)