PenaMerahPutih.com
Headline Indeks Nusantara

Emil Imbau Pembatasan Mobilitas Ternak yang Menolak Divaksin

Surabaya, PMP – Wakil Gubernur Jawa Timur Emil Elestianto Dardak sedang mengupayakan solusi bagi peternak sapi yang menolak hewan ternaknya divaksin.

Sementara ini, konsekuensi bagi peternak sapi yang menolak vaksin adalah membatasi mobilitas hewan ternak menggunakan terminologi lockdown.

“Kita mendengar ada peternak sapi perah menolak vaksin untuk hewan ternaknya. Setelah kami cek ternyata ada di Kecamatan Lekok, Pasuruan. Kalau tidak mau divaksin maka mobilitas hewan ternak akan dibatasi. Sebab kita ingin memastikan secara keseluruhan, kondisi penyebaran bisa kita kurangi,” ungkap Emil yang menjabat sebagai Plt. Gubernur Jatim itu saat menghadiri Studi Strategis Dalam Negeri Program Pendidikan Reguler Angkatan LXIV ke 64 Lemhanas RI Tahun 2022 di Ruang Binaloka, Senin (4/7/2022).

Menurut Emil panggilan akrabnya, ketakutan peternak yang belum mau melakukan vaksin kepada hewan ternaknya tidak dapat dijadikan alasan kuat. Sebab, hal itu sangat membahayakan peternak-peternak sapi lainnya. Maka, kata Emil, konsekuensinya, kalau tidak divaksin, maka membatasi ruang gerak menjadi salah satu konsekuensi yang sangat logis.

“Saya ingin memakai bahasa konsekuensi. Konsekuensi dari tidak mau divaksin adalah membatasi mobilitas karena ke depan akan menjadi resiko. Memang sapi perah jarang bergerak, tapi anaknya biasanya bergerak,” tuturnya.

Meski demikian, Emil mengaku akan mematangkan kembali konsekuensi bagi peternak yang menolak hewan ternaknya divaksin. Selanjutnya, akan dilakukan metode komunikasi. Mungkin ada informasi yang belum mereka dapat akan diberi kesempatan.

Baca Juga :   Arumi Bachsin Blusukan Masuk Lorong Bagikan Sembako buat Dhuafa

“Makanya kami sudah meminta disegerakan kebijakan apa yang harus dilakukan apabila peternak tidak ingin hewannya divaksin. Sebab, vaksin yang diberikan bukan sembarang vaksin karena sudah mendapat persetujuan dari para pakar dan kementerian,” jelasnya.

Beberapa hari terakhir, angka penyebaran atau penularan menunjukkan trend positif yang mana sebelumnya angka mencapai 6 ribu per hari, kini berada di kisaran 2 ribu. Artinya, ada perlambatan penyebaran yang dapat dikaitkan dengan peningkatan upaya prevenif untuk mobilitas dari hewan ternak hidup maupun potensi petugas ternak yang mengunjungi kandang per kandang.

“Ini yang biasa disebut by security baik itu pemakaian pakaian pelindung maupun disinfektan,” ujarnya.

Bahkan, sebelum idul adha, target vaksinasi bagi sapi perah di Jatim sudah dituntaskan. Untuk mencapai target tersebut, Emil optimis karena sejauh ini sudah tervaksin sebanyak 180 sapi atau sekitar 51 persen dari target 364 ribu vaksin. Artinya sudah ada 180 ribu lebih sapi yang divaksin. Untuk mengejar sisanya, Jatim memiliki total 950 dokter hewan dan 1.500 paramedic hewan. “Semuanya memiliki ketrampilan untuk melakukan vaksinasi pada hewan,” ucap Emil.

“Jadi, targetnya per hari per vaksinator rata-rata berada di kisaran 50-75 karena sapi perah memiliki tendensi lokasinya berkumpul. Jadi lebih bisa maksimalkan kita melakukan cakupan vaksinasi,”tambahnya.

Dari hasil mapping tersebut, Emil sangat berharap peternak mendukung dan berpartisipasi tercapainya herd imunity, namun jika sebaliknya, akan sangat berisiko dan membahayakan lainnya.

Baca Juga :   Berdayakan Ekonomi Pesantren, Gubernur Khofifah Luncurkan Grab OPOP Mart

“Biasanya orang berbondong-bondong ingin divaksin supaya bisa terlindungi. Kalau tidak mau apakah hak peternak atau tidak. Hasil diskusi dengan Dinas Peternakan ini manakala ada kebijakan universal atau membangun herd imunity dari sapi perah dan tidak dilakukan akan sangat membahayakan bagi yang lain,” urainya.

Adapun beberapa faktor peternak takut sehingga hewan ternaknya tidak divaksin. Alasan takut ketika divaksin berujung sakit bahkan sampai meninggal. Maka, lanjut Emil, Pemprov Jatim bergerak bersama Pemerintah Kabupaten dan Kota, melakukan pendekatan persuasive. “Akan tetapi juga tidak bisa terlalu lama, apalagi kalau anak sapi mobilitasnya tidak dibatasi,” tegasnya.

*Gulirkan BTT, Penuhi Kebutuhan Obat-Obatan dan Kompensasi*

Tidak sekadar memberikan konsekuensi bagi peternak sapi yang menolak hewan ternaknya di vaksin. Pemprov Jatim menjamin uluran tangan bagi peternak yang hewannya sakit bahkan meninggal akibat Penyakit Mulut dan Kuku (PMK).

Penggeseran anggaran dari pos anggaran Belanja Tidak Terduga (BTT) untuk penanganan wabah Penyakit Mulut dan Kuku (PMK) pada ternak berupa obat-obatan dan kompensasi akan dilakukan sambil menunggu keputusan pemerintah pusat melalui Instruksi Mendagri (Inmendagri) 32 Tahun 2022.

Disampaikan Emil, Inmendagri untuk pengalokasian BTT menjadi landasan pengalokasiaan Biaya Tidak Terduga (BTT) dalam penanganan darurat terhadap PMK.

Nantinya, Inmendagri segera ditindaklanjuti bersama Kab/Kota lainnya untuk segera mengimplementasikan Inmendagri tersebut kaitan BTT maupun dengan instruksi lainnya.

“Kami berharap segera ada instruksi yang spesifik yang memungnkinkan BTT dapat dipergunakan untuk penanganan bencana dengan prosedur sesuai dengan konsep kedaruratan,” ungkapnya.

Baca Juga :   Jokowi Serahkan 54.529 Sertifikat buat Warga Jatim, Total Nasional 584.407 Sertifikat

Bahkan kabarnya, Inmendagri 32 Tahun 2022 sudah digodok oleh Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) dan sudah berbicara dengan kepala BPKP bahwa kasus PMK menjadi prioritas dan sesegara mungkin mengalokasikan BTT sesuai kebijakan Gubernur Khofifah untuk mengakselerasi ketersediaan obat.

“Inmedagri tersebut landasan yang komphrehensif bukan hanya menjawab BTT, melainkan semua hal-hal yang harus dilakukan pemerintah daerah dalam menyikapi berkembangnya penyakit Mulut dan Kuku,” imbuh Emil.

Lebih lanjut, mengenai kompensasi bagi peternak sapi, Emil menuturkan bahwa Pemerintah Provinsi Jatim belum dapat mengambil kebijakan. Sebab, menunggu keputusan yang dikeluarkan pemerintah pusat.

Pemprov Jatim, kata Emil, tidak ingin gegabah agar mencegah overlap. Artinya, masih ada kebijakan di tingkat nasional yang akan digodok seinsentif mungkin dan provinsi ingin memastikan konsepnya sehingga jelas kemana arah kompensasinya. Apakah peternaknya atau kepada hewan ternaknya.

“Diharapkan, kompensasi juga dapat diwadahi oleh Kementerian Pusat agar Pemerintah Daerah lebih peka dalam menerapkannya,” jelasnya.

Nantinya, jika pemerintah pusat telah mengeluarkan kebijakan kompensasi bagi peternak yang hewannya meninggal akibat PMK, Emil berharap dukungan Pemkab maupun Pemkot di masing-masing daerah untuk ikut bahu membahu sehingga tidak terjadi tumpang tindih.

“Ini memperluas jangkauan yang tepat sasaran dalam memberikan kompensasi kepada rekan-rekan peternak yang mengalami kesulitan,” pungkasnya.(nas)