Makassar, PMP – Abraham Samad, mantan Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), pastilah tak asal berbicara saat menyinggung soal politik dinasti di depan Gubernur Syahrul Yasin Limpo dan seribuan mahasiswa Unhas. Akankah warning Abraham Samad tentang bahaya politik dinasti dan korupsi bakal memengaruhi perhelatan Pilkada Sulsel 2018?
Abraham Samad pastilah paham bahwa saat ini seluruh civitas akademika Universitas Hasanuddin dan masyarakat Sulsel sedang merasakan atmosfir masa kampanye pesta demokrasi pemilihan gubernur Sulsel yang puncaknya dilakukan pada 27 Juni 2018.
Baca juga: Sepanggung Syahrul Yasin Limpo, Abraham Samad Ingatkan Bahaya Politik Dinasti
Pria kelahiran Makassar 51 tahun lalu itu, pastilah juga mengetahui bahwa Ichsan Yasin Limpo (IYL), mantan Bupati Gowa dua periode, menjadi salah kontestan di Pilkada Sulsel dan bersiap merebut kursi gubernur yang sekarang masih diduduki kakak kandungnya.
Pada Pilkada Sulsel 2018, IYL yang mendapat nomor 4, bakal bersaing melawan mantan Ketua Umum PSSI Nurdin Halid nomor 1, petahana Wagub Sulsel Agus Arifin Numang nomor 2, dan petahana Bupati Bantaeng Prof Nurdin Abdullah nomor 3.
Jika menang di Pilkada Sulsel, sejarah di Kabupaten Gowa pun bakal berulang. Saat itu, Bupati Syahrul Yasin Limpo yang habis dua periode masa jabatan, digantikan oleh Bupati IYL yang kemudian juga menjabat dua periode. Kini, Bupati Gowa berpindah ke Adnan Purichta Ichsan Yasin Limpo, anak kandung IYL yang juga kemenakan Gubernur Syahrul Yasin Limpo.
“Di salah satu kabupaten…, bupatinya adalah politik dinasti. Itu melahirkan korupsi,” kata Abraham Samad yang disambut gemuruh tepuk tangan mahasiswa yang memenuhi ruang Baruga AP Pettarani Unhas, Sabtu (10/3/2018).
Gubernur Syahrul yang duduk di sofa di belakang podium tampak hanya manggut-manggut. Abraham Samad dan Gubernur Syahrul sama-sama menjadi pembicara dalam seminar ‘Motivasi Spirit of Indonesia’, pada Sabtu (13/3/2018). Pembicara lainnya adalah Zulkifli Hasan (Ketua MPR RI), dan Sarkawi Rauf (Ketua KPPU).
Menurut Abraham Samad, praktik politik dinasti telah memunculkan perilaku korupsi menjadi lebih sistematis, masif, serta terstruktur. “Karena orang-orang di dalam politik dinasti adalah orang dekat,” ujarnya yang kembali disambut tepuk riuh mahasiswa.
Gubernur Syahrul saat mendapat kesempatan berbicara mengatakan,“Pak Abraham, insyaallah Syahrul bersih dari korupsi. Pak Abraham pernah dengar Syahrul disogok-sogok?”
Amar Ma’ruf Nahi Munkar
Pernyataan Abraham Samad tentang korupsi, sejatinya juga menyentil kontestan lain di Pilkada Sulsel yakni Nurdin Halid yang tak lain Ketua Harian DPP Partai Golkar.
Maklum, Nurdin Halid merupakan terpidana kasus korupsi distribusi minyak goreng Bulog senilai Rp 169 miliar. Pada 13 Agustus 2005, majelis hakim kasasi Mahkamah Agung (MA) memvonis Nurdin Halid bersalah dan terbukti korupsi, serta menjatuhkan vonis 2 tahun penjara.
Keputusan MA itu tertuang pada ‘Putusan MA nomor 1384K/Pid/2005’ yang isinya membatalkan putusan Pengadilan Negeri Jakarta Selatan nomor 2111-B/2004/PNJak.Sel tertanggal 16 Juni 2005. Keputusan PN Jakarta Selatan yang membebaskan Nurdin Halid itu dianulir oleh MA pada 13 Agustus 2005.
Atas vonis MA itu, Nurdin Halid yang pernah mendekam di Rutan Salemba pun tak bisa mengelak lagi.
Pertanyaannya kemudian, akankah warning Abraham Samad tentang bahaya politik dinasti dan perilaku korupsi para koruptor bakal memengaruhi jalannya Pilkada Sulsel?
Entahlah, sebab seribuan mahasiswa Unhas yang memberi aplaus panjang buat Abraham Samad hanyalah bagian kecil dari 6,8 juta pemilih di Sulsel. Mereka hanya sebagian dari pemilih rasional yang jumlahnya menurut survei Sinergi Data Indonesia (SDI) hanya 50,6 persen.
Apapun hasilnya nanti, Abraham Samad sudah mencoba mengingatkan akan bahaya dinasti politik dan perilaku korupsi yang dilakukan koruptor. Abraham Samad sudah ber-amar ma’ruf nahi munkar, tinggal rakyat Sulsel yang memutuskan.(bhimo)