EkbisHeadlineIndeksIndustri

Dukung Transisi Energi Terbarukan, Suparma Olah Limbah jadi Bahan Bakar Alternatif

×

Dukung Transisi Energi Terbarukan, Suparma Olah Limbah jadi Bahan Bakar Alternatif

Sebarkan artikel ini

 SURABAYA, PMP –  PT Suparma Tbk (SPMA), produsen kertas dan tisu nasional melakukan diversifikasi usaha yang berorientasi pada keberlanjutan lingkungan guna mewujudkan komitmennya sebagai Indonesia’s Sustainable Paper Company.

“Perseroan menambah beberapa kegiatan usaha pendamping yang tidak hanya mendukung bisnis utama, tetapi juga berkontribusi pada pengelolaan limbah, efisiensi energi, dan pengurangan emisi karbon,” kata Direktur PT Suparma Tbk, Hendro Luhur dalam paparan publik perseroan hasil RUPS Triwulan III 2025 secara online, Kamis (30/10/2025).

Hendro menjelaskan bahwa langkah strategis ini merupakan bentuk nyata komitmen perusahaan dalam menerapkan prinsip ekonomi sirkular serta mendukung transisi energi bersih. Ada tiga kegiatan usaha yang dikembangkan, yakni produksi dan penjualan Batako, industri kimia dasar, dan pengolahan sampah untuk bahan bakar alternatif.

“Penambahan kegiatan usaha ini kami harapkan dapat memberikan dampak positif bagi kelangsungan usaha Perseroan dan tentunya akan berdampak pula terhadap kondisi keuangan Perseroan. Selain itu, langkah ini diharapkan dapat memberikan nilai tambah bagi para pemegang saham,” ujar Hendro.

Untuk kegiatan usaha produksi dan penjualan Batako ramah lingkungan, Perseroan memanfaatkan hasil samping pembakaran batu bara pada Power Plant-nya, yaitu Fly Ash dan Bottom Ash (FABA), untuk dijadikan bahan baku utama. Upaya ini merupakan solusi inovatif untuk mengurangi limbah batu bara sekaligus menciptakan produk konstruksi yang ekonomis dan berkelanjutan.

Investasi yang dialokasikan untuk bisnis ini mencapai Rp4 miliar, dengan proyeksi tambahan laba sekitar Rp242 juta pada 2026. Produk batako ini akan dipasarkan kepada pengembang perumahan, kontraktor sipil, dan distributor bahan bangunan.

Baca Juga :  PLN NP Gagas Wisata Hijau Sungai Maron Lewat Inovasi Limbah FABA

Sementara untuk industri kimia dasar, Perseroan menambahkan kegiatan usaha industri kimia dasar untuk menghasilkan natrium hidroksida (NaOH) yang digunakan dalam proses kaustikasi pembuatan kertas berkualitas tinggi. Langkah ini sejalan dengan Peraturan Presiden Republik Indonesia No. 17 Tahun 2025 tentang Percepatan Pembangunan Pergaraman Nasional, khususnya pasal yang mengatur kebutuhan garam industri kimia.

Investasi yang disiapkan untuk sektor ini mencapai Rp81 miliar. Produk dari unit ini akan dipasarkan ke industri kertas dan pulp, tekstil, aluminium, kimia, serta pengolahan limbah.

Sedangkan upaya perseroan mengurangi ketergantungan terhadap batu bara, perseroan mengembangkan proyek Refused Derived Fuel (RDF) –teknologi pengolahan sampah menjadi bahan bakar alternatif berkalori tinggi. RDF mampu menekan emisi karbon sekaligus mengurangi volume sampah yang berakhir di TPA, mendukung target net zero emission.

Investasi yang disiapkan untuk proyek RDF mencapai Rp58 miliar, dengan pemakai akhir meliputi industri semen serta industri kertas dan pulp.

“Melalui inisiatif ini, kami berupaya mengurangi ketergantungan terhadap batu bara dan meningkatkan efisiensi energi. Secara finansial, penambahan kegiatan usaha ini diproyeksikan menambah laba Perseroan sekitar Rp 9 miliar pada tahun 2026,” ujarnya.

Hendro menambahkan bahwa ketiga kegiatan usaha pendamping ini bukan merupakan bisnis inti perusahaan, namun memiliki peran penting dalam strategi jangka panjang Perseroan untuk menjadi green company yang tangguh dan berdaya saing tinggi.

Baca Juga :  Suparma Optimis Penuhi Target Penjualan Rp2,6 Triliun Akhir 2023

Kinerja Perseroan

Sementara itu dalam laporan keuangan yang berakhir tanggal 30 September 2025, PT Suparma Tbk mencatat kinerja positif. Meskipun harga jual rata-rata kertas selama sembilan bulan yang berakhir pada 30 September 2025 mengalami penurunan 2% dari Rp 11.939 menjadi Rp 11.703, namun kuantitas penjualan kertas meningkat 4.693 MT atau 2,9% menjadi 168.988 MT.

Hal ini menyebabkan penjualan bersih kertas selama periode tersebut masih mengalami sedikit peningkatan sebesar Rp16,2 miliar atau 0,8% menjadi Rp 1,977 triliun.

Penjualan bersih Perseroan pada periode Januari-September 2025 mencapai Rp 1,990 triliun atau naik sebesar 1,4% dibandingkan dengan penjualan bersih pada periode yang sama tahun 2024. Kenaikan penjualan bersih tersebut disebabkan oleh kenaikan kuantitas produk kertas sebesar 2,9%. Pencapaian ini setara dengan 71,1% dari target penjualan bersih Perseroan di 2025 yang sebesar Rp 2,8 triliun.

Laba periode berjalan periode Januari-September 2025 mengalami penurunan sebesar Rp 46,4 miliar atau 40,4% menjadi Rp 68,4 miliar yang terutama disebabkan oleh Perseroan mengalami rugi selisih kurs sebesar Rp 19,6 miliar, sedangkan pada 30 September 2024 Perseroan mengalami laba selisih kurs sebesar Rp 11,1 miliar.

Baca Juga :  PLN NP Hadirkan Layanan Konstruksi Berkelanjutan EPC dan Pemanfaatan FABA

Rugi selisih kurs tersebut dipicu oleh melemahnya nilai tukar Rupiah terhadap USD. Pada posisi 30 September 2024, US$1 bernilai Rp 15.138 sedangkan pada posisi 30 September 2025, US$1 menjadi bernilai Rp 16.680.

Kuantitas penjualan kertas Perseroan mengalami peningkatan 2,9%, dari semula sebesar 164.295 MT menjadi 168.988 MT. Pencapaian ini setara dengan 70,4% dari target kuantitas penjualan kertas Perseroan yang sebesar 240.000 MT.

“Kami tetap optimistis target di akhir tahun 2025 akan bisa dicapai perseroan dengan melihat pencapaian per 30 September 2025 ini, selain juga kondisi pasar dalam negeri yang terus membaik,” ujar Hendro.

Sementara terkait penambahan Paper Machine 11 untuk produksi tisu, Hendro menyebut dari total anggaran belanja modal sebesar US$23 juta, realisasi per 30 September 2025 mencapai US$3 juta. Mesin baru yang ditargetkan mulai beroperasi pada Triwulan IV tahun 2026 tersebut diharapkan menambah kapasitas terpasang sebesar sekitar 27.000 MT.

Sementara itu dalam Rapat Umum Pemegang Saham Luar Biasa (RUPSLB) perseroan juga disepakati pembagian dividen saham dengan rasio 100:30, dimana setiap 100 saham lama dengan nilai nominal Rp 400 per lembar saham, akan memperoleh 30 saham baru dengan nilai nominal Rp 400 dengan pembulatan ke bawah. Sementara jumlah saldo laba yang dikapitalisasi atas dividen saham terbagi atas sebanyak-banyaknya 946.227.663 saham. (hap)