Makassar, PMP – Terjadi perdebatan sengit antara Gubernur Nurdin Abdullah –yang duduk di kursi pesakitan Panitia Khusus (Pansus) Hak Angket (HA) DPRD Sulsel– dengan Ketua Pansus HA Kadir Halid terkait pencopotan Jumras dari Kepala Biro Pembangunan Pemprov Sulsel.
Gubernur bersikukuh bahwa pencopotan Jumras dia lakukan sesuai rekomendasi Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), sementara Kadir justru fokus membuktikan bahwa gubernur telah melanggar UU ASN Nomor 5 tahun 2014 karena mengabaikan mekanisme pencopotan.
“UU ASN soal mutasi, rotasi, promosi dan demosi semua diatur. Pak Gubernur tidak boleh melakukan tindakan-tindakan di luar ketentuan di luar UU ASN. Dalam bahasa lain, Gubernur tidak boleh lakukan kesewenang-wenangan,” kata Kadir Halid kepada Gubernur Nurdin Abdullah, pada sidang terbuka Pansus HA, di DPRD Sulsel, Kamis sore (1/8/2019).
Berbeda dengan Wagub Andi Sudirman Sulaiman yang sidang dilakukan tertutup, Gubernur NA justru meminta sidang terbuka untuk umum agar seluruh masyarakat mengetahui apa yang sebenarnya terjadi.
Gubernur NA pun menjawab pertanyaan Kadir, bahwa dia melakukan pencopotan terhadap Jumras karena KPK yang telah melakukan pemeriksaan di jajaran Pemprov Sulsel memberi rekomendasi dan terus mendorongnya agar segera mencopot Jumras.
“Cuma Pak Ketua, kalau (pencopotan) ini tidak saya lakukan, ada sesuatu yang terjadi pada kita semua. Maka saya ambil langkah (pencopotan Jumras),” kata Gubernur.
“Apa itu?” tanya Kadir.
“KPK sudah ada (periksa) di kita. Ini (fee proyek 7,5 persen) kan gratifikasi Pak,” sergah NA.
Kadir pun menjawab, “Kenapa KPK tidak langsung OTT saja?”
Gubernur pun menjawab tegas, “Itu masalahnya. Saya berani ambil tanggungjawab Pak (mencopot Jumras). Apapun risikonya.”
Baca juga: Yusril Sarankan Gubernur Sulsel Ladeni DPRD dan Hak Angketnya
Kadir pun mencoba mengalihkan topik untuk mencari pembenaran lain bahwa Gubernur NA telah menyalahi mekanisme pencopotan Jumras sebagai pejabat Pratama Pemprov Sulsel.
Menurut Kadir, Jumras dicopot melalui SK yang ditandatangani Gubernur pada Kamis 18 April 2019. Jumras resmi dicopot pada Minggu 21 April 2019, di Rumah Jabatan (Rujab) Gubernur Sulsel.
“Jumras ini tidak pernah dipanggil sebelumnya. Kalau sesuai UU ASN (Nomor 5 tahun 2014) pasal 118, ayat 2, pimpinan tinggi yang penggantian dalam waktu tertentu diberi kesempatan 6 bulan untuk perbaiki kinerjanya,” papar Kadir.
Gubernur Nurdin pun terpaksa membuka fakta bahwa sebenarnya dia telah berkali-kali mengingatkan Jumras agar berhenti mempermainkan tender proyek untuk mendapatkan fee yang belakangan diketahui nilainya 7,5 persen dari nilai proyek.
‘Saya buka saja Ketua. Sebenarnya rentetannya dari awal. Beliau sejak jadi Kadis PU, terus membawa data-data kegiatan (peserta tender proyek) ke saya. Berkali-kali minta petunjuk (saya) siapa dikasih menang?” papar Gubernur.
Setelah menghela nafas, Gubernur NA melanjutkan. “Saya sudah sampaikan, jangan masuk ke wilayah itu. Dan itu berkali-kali. Setelah jadi Kabiro Pembangunan, dia bawa lagi (data peserta tender proyek),” papar Gubernur.
Puncaknya, Gubernur bertemu pengusaha Anggu Sucipto dan Ferry di pesawat saat pergi ke Jakarta. “Mereka bilang, Pak Gubernur koq jadi berubah di provinsi? Koq berbeda ya dengan saat Bapak di Bantaeng? Di provinsi kami harus menyelesaikan sesuatu yang diberikan (fee 7,5 persen),” papar NA.
Gubernur balik menantang kedua pengusaha, apakah berani melaporkan secara tertulis persoalan tersebut kepada dirinya selaku gubernur. “Saya bilang, supaya tidak jadi fitnah, sebaiknya dilaporkan secara tertulis,” lanjut NA.
Kadir memotong karena soal pertemuan dan surat laporan pengusaha itu telah diketahui Pansus HA. Dia sekali lagi menegaskan bahwa SK pencopotan Jumras telah ditandatangani sebelum adanya pertemuan dengan dua pengusaha dan surat laporan Ferry.
“Itu ketemu Anggu Sucipto dan Ferry tanggal 20 hari Sabtu. Menurut Irfan Jaya, Pak Anggu setelah tiba di Jakarta menghubungi Irfan dan bilang disuruh (gubernur) buat surat,” kata Kadir.
Dia pun kembali menekankan, SK pencopotan Jumras 18 April, sementara surat Anggu dan Ferry dibuat 19 April sembari mengangkat kopi surat dengan tangan. Sebenarnya kronologi keluarnya surat dan pertemuan Gubernur dengan dua pengusaha versi Kadir juga janggal, karena sebelumnya dia menyebut Gubernur bertemu kedua pengusaha pada Sabtu 20 April.
Gubernur NA yang tampaknya tak terlalu ingat tanggal menjelaskan. “Yang pasti, saya serahkan SK (pencopotan) itu ke Jumras setelah ada surat dari Ferry. Surat (Ferry) itu memang dia (Jumras) foto dan dia bawa,” jawab Gubernur sembari menunjuk surat yang ada di tangan Kadir.
Sebenarnya wajar jika Kadir Halid dan Pansus Hak Angket harus fokus untuk membuktikan bahwa Gubernur NA telah melakukan pelanggaran terhadap mekanisme pencopotan Jumras. Sebab, lima pijakan keluarnya Hak Angket, khususnya poin keempat adalah pencopotan Jumras dan Lutfi Natsir Kepala Inspektorat Pemprov Sulsel. Jika mereka tak mampu membuktikan, HA berpotensi gugur di sidang paripurna DPRD Sulsel.(bhimo)