Jakarta, pmp – Masih dalam suasana awal tahun, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) memutuskan untuk menghentikan sementara pemberian izin baru untuk perusahaan teknologi finansial atau financial technology (fintech).
Hal ini terpaksa dilakukan OJK karena pengajuan izin fintech terus bertambah, namun dibutuhkan infrastruktur terpusat terlebih dahulu sebelum bisnis ini berkembang lebih jauh.
“Fintech beroperasi itu ada 164 perusahaan. Jumlah itu melebihi asuransi yang berada diangka 148 perusahaan. Meski itu meng-cover seluruh Indonesia, namun musti disadari bahwa itu membutuhkan infrastruktur yang cukup untuk mengawasi,” terang Riswinandi, Kepala Eksekutif Bidang Industri Keuangan Nonbank (IKNB) dan Anggota Dewan Komisioner OJK, Senin (24/2/2020).
Saat ini yang baru terdaftar 25 perusahaan, sedangkan sisanya masih dalam proses peninjauan oleh otoritas. “Karena itu perlu dilakukan penghentian sementara, untuk mengantisipasi masalah yang muncul. Pasalnya, saat ini OJK menerima lebih dari 20 pengaduan setiap harinya mengenai fintech,” tambahnya.
Riswinandi juga menambahkan, soal penilaian kualitas kredit menjadi masalah industri tersebut. Dia mencontohkan, terdapat debitur yang pinjamannya hanya Rp1 juta, tetapi harus melakukan restrukturisasi kredit. Ternyata debitur yang bersangkutan memiliki sejumlah kredit di lembaga fintech lainnya.
“Ini penilaian nasabah masih jadi masalah. Antara fintech tidak ada komunikasinya. Seharusnya kan bisa dilihat di fintech data center, seperti SLIK (Sistem Layanan Informasi Keuangan). Jadi nanti antar perusahaan fintech bisa melihat track record calon nasabahnya,” jelas Riswinandi.
Tercatat hingga saat ini, penyaluran pembiayaan yang dilakukan oleh perusahaan fintech peer to peer lending sejak berdiri, mencapai Rp 81,5 triliun. Sementara outstanding sampai dengan akhir 2019, mencapai Rp 13,16 triliun. (hps)