Jakarta, pmp – The Gesture, sesosok patung setinggi 25 meter dari puing-puing ledakan dahsyat di pelabuhan Beirut Lebanon setahun lalu yang didirikan untuk mengenang 207 orang korban meninggal dunia dan 6.500 korban luka, justru memantik kontroversi karena penyelidikan lokal atas kasus ledakan tersebut berhenti di tengah jalan.
The Gesture yang diresmikan Senin lalu (2/8/2021) untuk mengenang ledakan yang terjadi pada 4 Agustus 2020 akibat adanya 2.750 ton ammonium nitrat atau setara 1,155 ton TNT yang disimpan di salah satu gudng pelabuhan, diciptakan Nadim Karam, arsitek yang juga seniman warga Beirut dengan dukungan pendanaan dari sejumlah perusahaan swasta.
“Anda memiliki raksasa yang terbuat dari abu, bekas puing kota dan bekas luka orang-orang yang belum sembuh,” kata Karam yang berharap para keluarga korban kehilangan nyawa melihat karyanya itu secara positif seperti dikutip Reuters.
Apa yang disampaikan Karam tampaknya untuk meredakan berbagai nada sinis yang dilontarkan sebagian masyarakat yang menganggap pembuatan monumen belum saatnya dilakukan, sebab setahun sejak kejadian belum ada pejabat tinggi yang harus bertanggungjawab karena investigasi lokal terhenti meski ledakan tersebut diperkirakan menyebabkan kerugian sekitar Rp 200 triliun.
Bahkan seminggu sebelum peresmian, media sosial di Lebanon ramai dengan tudingan bahwa Karam telah bekerja sama dengan pemerintah. Menurut para penentang, monumen baru boleh didirikan setelah keadilan ditegakkan.
Sutradara film Rawan Nassif (37) adalah salah satu yang tersinggung oleh The Gesture.
“Para pembunuh memiliki kekebalan hukum penuh… Saya merasa lokasi patung adalah TKP yang belum boleh dijamah karena masih harus diselidiki dan anda tidak bisa datang untuk melakukan sesuatu di TKP,” tegasnya.
Meski ada juga pihak yang mengapresiasi karya Karam dengan menghadiri seremonial peresmian.
“Jika Anda mendapat dukungan dari beberapa perusahaan swasta untuk proyek tersebut dan membangunnya selama tujuh atau delapan bulan…, pasti saya akan mendukung,” kata Joseph Chartouni (46), arsitek lokal yang kehilangan ibunya karena ledakan.
Karam sendiri menyangkal dirinya dimanfaatkan pemerintah.
“Niat kami positif dan kami tidak memiliki afiliasi dengan partai politik atau politisi mana pun. Patung itu mencerminkan Beirut dalam kesedihan dan bekas lukanya,” kata Karam.(gdn)