PenaMerahPutih.com
HeadlineIndeksPolkam

Harga Rapid Test Gila-Gilaan, Alvin Lie: Jadi Komoditas Dagang

Rapid Test Harganya Mahal
Alvin Lie, anggota Ombudsman RI. (ombudsman.go.id)

Jakarta, PMP – Alvin Lie, anggota Ombudsman RI, Lembaga Pengawasan Pelayanan Publik, mempertanyakan batas tarif tertinggi rapid test Rp 150 ribu sesuai surat edaran Kemenkes. Sebab selama ini harganya lebih mahal dan membuktikan rapid test telah dijadikan komoditas dagang.

“Ini membuktikan bahwa selama ini biaya rapid test itu harganya gila-gilaan dan sudah menjadi komoditas dagang. Kenyataannya ini bisa ditekan menjadi Rp 150 ribu,” kata Alvin Lie, anggota Ombudsman RI, melalui pernyataan resmi, Selasa malam (7/7/2020)

Menurut Alvin, jika kini harga rapid test ditekan Rp 150 ribu, siapa yang bakal menanggung konsekuensi atas alat rapid test yang sudah dibeli berbagai rumah sakit atau layanan kesehatan yang nilai pembeliannya lebih dari Rp 150 ribu.

Baca Juga :   Rekor Pecah Lagi, 4.176 Kasus Baru COVID-19 di Indonesia

“Rumah sakit-rumah sakit ini belinya kit rapid test sudah di atas Rp 200 ribu. Jadi bagaimana mereka? Mereka sudah terlanjur punya stok untuk itu. Apakah uangnya dikembalikan atau bagaimana?” tanyanya.

Menurut data yang dimiliki Alvin, beberapa rumah sakit mengaku membeli alat rapid test hanya dari segelintir pihak dengan harga lebih dari Rp 150 ribu.

“Rumah sakit juga tidak punya pilihan. Belinya dari orang itu-itu saja. Yang dikhawatirkan telah terjadi monopoli atau oligopoli, RS tidak bisa berbuat banyak ketika (harga) ini diturunkan. Siapa yang akan menanggung rugi?” lanjutnya.

Tinjau Syarat Perjalanan Domestik

Alvin juga menyorot aturan yang mewajibkan calon penumpang domestik memiliki hasil rapid test sebagai syarat perjalanan pesawat, kapal laut dan kereta api.

Baca Juga :   Kemenhub Bantah Pungut Pajak Sepeda, Jumlah Pesepeda Meningkat di Masa Transisi

“Justru kita pertanyakan, apakah masih relevan memberlakukan tes antibodi ini sebagai syarat bepergian bagi penumpang pesawat udara, kereta api, maupun kapal,” paparnya.

Sebab faktanya, banyak kendaraan pribadi yang bebas keluar masuk antarwilayah tanpa pemeriksaan. Oleh sebab itu, Alvin meminta Kemenkes dan Kementerian Perhubungan mengevaluasi aturan yang mensyaratkan calon penumpang melakukan rapid test atau swab test.

“Perlu diingat, hanya di Indonesia yang mensyaratkan calon penumpang pesawat udara maupun kereta api mempunyai sertifikat uji COVID-19. Negara lain tidak ada yang mensyaratkan itu. Syarat itu hanya penerbangan lintas negara bukan untuk penerbangan domestik atau rute dalam negeri,” jelas Alvin.

Menurutnya, alat pemeriksaan yang dipersyaratkan bagi penumpang domestik, lebih baik digunakan untuk tracing di daerah-daerah dengan status zona merah penularan virus Corona. Sementara bagi penumpang domestik cukup dengan penerapan protokol kesehatan ketat, seperti wajib memakai masker, dicek suhu tubuh, serta melengkapi diri dengan hand sanitizer.

Pada Senin (6/7/2020), Kementerian Kesehatan mengelurkan Surat Edara nomor HK.02.02/I/2875/2020 tentang Batasan Tarif Tertinggi Pemeriksaan Rapid Test Antibodi, di mana batasan tarif tertinggi Rp 150 ribu untuk satu kali pemeriksaan yang dilakukan oleh tenaga kesehatan di fasilitas kesehatan.

Baca Juga :   Risma Memohon Maaf, Bersujud dan Menangis di Hadapan Dokter Senior IDI

SE Kemenkes yang ditandatangani Direktur Jenderal Pelayanan Kesehatan Bambang Wibowo ini dikeluarkan setelah mempertimbangkan banyaknya keluhan masyarakat bahwa harga rapid test atau swab test  terlalu mahal dan bahkan lebih mahal dari tiket moda transpotasi yang mereka beli.(bim)