PenaMerahPutih.com
HeadlineIndeksSehat CantikTren

Penyebaran Corona Melambat, Pandemi Akan Berakhir

Wisma Atlet Kemayoran, Jakarta, dijadikan rumah sakit (RS) darurat penanggulangan wabah virus korona atau Covid-19. (setneg.go.id)

Jakarta, PMP – Michael Levitt, ahli biofisika Inggris-Amerika-Israel dan pemenang Nobel Kimia pada 2013, menjadi orang yang sangat populer di Cina selama beberapa bulan terakhir ketika Corona mulai berjangkit dan membuat orang panik. Ia bukan penemu cara perawatan terhadap mereka yang terjangkit. Ia hanya melakukan apa yang ia bisa lakukan: Ia menghitung angka-angka. Dan itu memberi harapan baik kepada mereka yang terjangkit maupun mereka yang sehat.

Levitt mengajar biologi struktural di Stanford University dan istrinya, Shoshan Brosh, meneliti kesenian Cina, dan itu berarti mereka secara teratur melakukan perjalanan antara Amerika, Israel, dan Cina. Ketika pandemi meletus, Shoshan menulis surat kepada teman-teman Cinanya untuk membesarkan hati mereka.

“Jawaban mereka menggambarkan betapa rumit situasinya, maka saya memutuskan melihat angka-angkanya secara lebih cermat dengan harapan bisa mendapatkan kesimpulan,” kata Levitt, pada Jumat (20/3/2020).

Lanjutnya, “Tingkat infeksi virus di provinsi Hubei meningkat 30% setiap hari–itu statistik yang menakutkan. Saya bukan ahli influenza tetapi saya bisa menganalisis angka dan itu adalah pertumbuhan eksponensial.”

Michael Levitt, ahli biofisika Inggris-Amerika-Israel dan pemenang Nobel Kimia pada 2013.

Seandainya pertumbuhan berlanjut pada tingkat itu, seluruh dunia akan terinfeksi dalam 90 hari. Tetapi, berlawanan dengan berbagai ramalan suram, statistik membawa Levitt pada kesimpulan bahwa penyebaran virus akan terhenti.

Baca Juga :   Tekan Risiko COVID-19, OJK Batasi Jam Operasional Lembaga Keuangan

Pesan-pesan menenangkan yang dikirim Levitt kepada teman-temannya di Cina diterjemahkan ke dalam bahasa mereka dan diteruskan dari orang ke orang, dan perkiraannya benar: jumlah kasus baru yang dilaporkan setiap hari mulai turun pada 7 Februari.

Pada 1 Februari, ketika ia pertama kali melihat statistik, Provinsi Hubei memiliki 1.800 kasus baru sehari. Pada 6 Februari, jumlah itu mencapai 4.700 kasus baru per hari.

“Tetapi pada 7 Februari Jumlah infeksi baru mulai menurun secara linear dan tidak berhenti,” katanya. “Seminggu kemudian, hal yang sama terjadi dengan jumlah kematian. Perubahan dramatis pada kurva ini memungkinkan prediksi yang lebih baik tentang kapan pandemi akan berakhir. Berdasarkan itu, saya menyimpulkan bahwa situasi di seluruh Tiongkok akan membaik dalam dua pekan. Dan, memang, sekarang ada sangat sedikit kasus infeksi baru. ”

Levitt mengibaratkan tren ini dengan penurunan suku bunga tabungan: jika seseorang menerima bunga 30% di hari 1, dan 29% di hari 2, dan seterusnya, ia tahu bahwa pada akhirnya ia tidak akan mendapatkan banyak uang.

Demikian pula dengan angka-angka pada musim corona. Kasus-kasus baru terus dilaporkan di Tiongkok, tetapi itu hanya angka-angka kecil ketimbang yang dilaporkan pada tahap awal. “Bahkan jika suku bunga terus menurun, anda tetap menghasilkan uang,” katanya. “Jumlah yang anda investasikan tidak berkurang, tetapi pertumbuhannya melambat. Ketika membahas penyakit, hal semacam ini sangat menakutkan karena orang terus mendengar kasus baru setiap hari. Tetapi fakta bahwa tingkat infeksi melambat berarti akhir pandemi sudah dekat.”

Baca Juga :   Lawan COVID-19, Huawei Cloud Gratiskan Semua Layanan

Melalui proyeksi data, Levitt memperkirakan virus itu akan hilang dari China pada akhir Maret.

“Dalam model pertumbuhan eksponensial, anda berpegang pada asumsi bahwa orang baru dapat terinfeksi setiap hari, karena anda terus bertemu orang baru,” kata Levitt. “Tetapi, jika anda melihat lingkaran sosial anda sendiri, pada dasarnya anda bertemu dengan orang-orang yang sama setiap hari. Anda dapat bertemu orang baru di transportasi umum. Katakanlah di bus; setelah beberapa waktu virus mewabah, kemungkinannya adalah sebagian besar penumpang akan terinfeksi atau menjadi kebal.”

Namun, itu tidak berarti Levitt menolak tindakan pencegahan yang dilakukan oleh pemerintah di seluruh dunia.

“Kita sekarang tidak berpelukan dengan orang yang kita temui di jalan, dan kita akan menghindari pertemuan dengan orang yang sedang flu, seperti yang lazim kita lakukan,” kata Levitt. “Semakin kita patuh, semakin kita dapat menjaga diri dari infeksi.”

Namun, isolasi dan pembatasan kontak sosial bukan satu-satunya faktor yang berperan. Di Wuhan, tempat virus pertama kali muncul, seluruh populasi secara teoritis berisiko terinfeksi, tetapi hanya 3% yang kena.

Baca Juga :   Pertamina Bagikan 150 Paket Kesehatan ke RS Dr Soetomo

Kapal pesiar Diamond Princess mewakili skenario terburuk dalam hal penyebaran penyakit. Kepadatan populasi di atas kapal, kata Levitt, setara dengan seluruh populasi Israel dijejalkan ke area seluas 30 kilometer persegi. Kepadatan semacam itu membuat virus nyaman menjangkiti orang per orang. Selain itu, kapal memiliki AC dan sistem pemanas sentral, dan ruang makan komunal.

“Namun, dalam kondisi sempurna untuk penularan pun, hanya 20% yang terinfeksi. Memang banyak, tetapi itu mirip dengan tingkat infeksi flu biasa,” kata Levitt. Berdasarkan angka-angka itu, kesimpulannya adalah bahwa kebanyakan orang secara alami kebal.

Bicara tentang Italia yang tingkat kematiannya lebih tinggi, Levitt mengatakan bahwa itu mungkin karena Italia memiliki populasi orang lanjut usia yang persentasenya lebih besar dibandingkan dengan negara-negara lain seperti Cina atau Perancis. Selain itu, budaya Italia sangat hangat, dan orang Italia memiliki kehidupan sosial yang meriah. Dengan pertimbangan itu, katanya, menjadi penting untuk membuat orang terpisah dan mencegah orang yang terinfeksi melakukan kontak dengan orang sehat.

(AS Laksana/sumber: https://www.jpost.com/HEALTH-SCIENCE/Israeli-nobel-laureate-Coronavirus-spread-is-slowing-621145)