Surabaya, PMP – Presiden Joko Widodo memberi tenggat dua minggu bagi Jawa Timur untuk menurunkan laju penularan virus Corona. Presiden mengingatkan agar berhati-hati karena Jatim menjadi provinsi dengan penambahan kasus harian paling tinggi di Indonesia.
“Saya minta dalam waktu dua minggu ini pengendaliannya betul-betul kita lakukan bersama-sama dan terintegrasi dari semua unit organisasi yang kita miliki di sini,” kata Presiden Jokowi, saat mengunjungi Posko Gugus Tugas Percepatan Penanganan COVID-19 di Gedung Grahadi, Surabaya, Kamis (25/6/2020).
Menurut Presiden diperlukan kerja bersama melakukan manajemen krisis.
“Baik itu di gugus tugas, baik itu di provinsi, baik itu di kota dan di kabupaten, seterusnya sampai ke rumah sakit, kampung, desa. Semuanya ikut bersama-sama melakukan manajemen krisis, sehingga betul-betul kita bisa mengatasinya dan menurunkan angka positif tadi,” sambungnya.
Presiden mengingatkan bahwa Jatim saat ini menjadi provinsi dengan penambahan kasus harian paling tinggi di Indonesia. Pada Rabu kemarin misalnya, terjadu penambahan 183 kasus positif.
“Ini terbanyak di Indonesia. Hati-hati ini terbanyak di Indonesia,” kata Jokowi.
Secara khusus, Kepala Negara menyoroti Surabaya Raya sebagai penyumbang tertinggi kasus COVID-19 di Jatim. Dia meminta agar Surabaya Raya dijaga dan dikendalikan terlebih dulu.
“Enggak bisa Surabaya sendiri, enggak bisa. Gresik harus dalam satu manajemen, Sidoarjo harus dalam satu manajemen, juga kota dan kabupaten lain. Karena arus mobilitas keluar masuk bukan hanya Surabaya, tapi daerah juga ikut berpengaruh terhadap naik dan turunnya angka COVID-19 ini,” tegas Presiden.
Attack Rate Surabaya Tertinggi
Gubernur Jatim Khofifah Indar Parawansa saat melaporkan kondisi dan penanganan Corona di wilayahnya kepada Presiden Jokowi menyebut, dari total kasus pasien positif COVID-19 di Jatim, sampai Rabu 24 Juni 2020 yang mencapai 10.282 orang, kasus terbanyak berada di Kota Surabaya, disusul Kabupaten Sidoarjo dan Kabupaten Gresik atau Surabaya Raya.
“Tertinggi memang di Surabaya, yaitu 48,3%, berikutnya Sidoarjo, Gresik, dan kabupaten/kota lain 34%,” kata Khofifah.
Menurut Khofifah, attack rate atau tingkat serangan COVID-19 di Jatim berada di angka 25 per seratus ribu jumlah populasi, sementara Surabaya di angka 189 dan Surabaya Raya 105. Secara epidemiologi, attack rate diperlukan untuk meningkatkan kewaspadaan pemerintah daerah dan masyarakat.
“Sebetulnya kami sempat mendapatkan suatu kebahagiaan ketika pada tanggal 9 Juni rate of transmission di Jawa Timur 0,86%. Tapi kemudian ada kenaikan kembali. Pada 24 Juni kemarin, rate of transmissionnya 1,08%,” papar Khofifah.
Menurutnya, rate of transmission Surabaya Raya di bawah 1% sempat terjadi selama enam hari. Surabaya sempat enam hari, Sidoarjo delapan hari, sedangkan Gresik enam hari.
“Hari itu kami sempat senang, delapan hari dan kita siap-siap masuk New Normal,” ujarnya.
Menurut Khofifah, Gugus Tugas COVID-19 Jatim terus mengajak masyarakat mematuhi protokol kesehatan, di antaranya bersilaturahmi secara virtual pada Idul Fitri lalu.
Sayangnya tidak semua mematuhi karena terkait dengan keyakinan dan kebiasaan masyarakat. “Pada posisi seperti inilah yang kemudian menimbulkan munculnya klaster-klaster baru,” jelas Khofifah.(hps)