PenaMerahPutih.com
Headline Indeks Sehat Cantik Tren

Mampu Rekam Wajah, Mahasiswa ITS Ciptakan Pendeteksi Suhu Tubuh Cegah COVID-19

Techno Temperature ITS
Techno Temperature (TT) yang disetel pada suhu tubuh minimal 37,1 derajat celcius, mampu menangkap wajah mereka yang suhunya lebih tinggi.(Humas ITS)

Surabaya, PMP – Lima mahasiswa ITS menciptakan alat pendeteksi suhu tubuh yang memanfaatkan kecerdasan buatan bernama TT-Techno Temperature. Mempercepat identifikasi para tersangka yang terpapar virus Corona dengan mengirim foto wajah mereka yang bersuhu tinggi dan alarm ke pengguna aplikasi seperti Pemda atau rumah sakit untuk mencegah penyebaran COVID-19.

Ide kelima mahasiswa Departemen Teknik Instrumentasi, Fakultas Vokasi, Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) yang tergabung dalam Tim Instone ini, bermula dari pengamatan mereka akan kelemahan alat pengukur suhu tubuh konvensional yang menggunakan manusia sebagai pelaksana, serta kemungkinan terjadinya kesalahan teknis pendataan di lapangan.

“Protokol deteksi suhu seharusnya menggunakan teknologi dan bukan manusia. Pelaksanaan pengukuran suhu tubuh dengan kontak fisik berpotensi membahayakan petugas. Selain itu proses pendataan secara manual juga memperlambat identifikasi tersangka pengidap COVID-19,” kata Lukman Arif Hadianto, Ketua Tim Instone melalui rilis yang diterima Minggu (26/7/2020).

Baca Juga :   Smart Classroom dan Smart Laboratory ITS Gabungkan Daring dan Luring

Berkat inovasi TT, Lukman bersama Ari Wardana, Noor Robbycca Rachmana, Indriani Aramintha Mentari dan Nurfani Arifudin berhasil meraih juara pertama Lomba Aplikasi Inovatif dan Inspiratif COVID-19 (LAI2-COVID-19) berskala nasional pada sublomba Detektor yang digelar Direktorat Kemahasiswaan ITS.

Techo Temperature
Lukman Arif Hadianto, Ketua Tim Instone.(Humas ITS)

Baca juga: Robot Ciptaan Mahasiswa IT Jadi Juara, Bantu Penanganan COVID-19

Menurut Lukman, TT merupakan sistem pengenalan pola suhu tubuh menggunakan sensor LWIR dan pengolahan citra sebagai tindak lanjut pencegahan penyebaran COVID-19 yang terintegrasi dengan pemerintah dan rumah sakit.

Mahasiswa angkatan 2017 ini menjelaskan, TT menggunakan kamera thermal Flir Lepton yang mampu mengukur suhu tubuh manusia. Flir Lepton sendiri menerapkan konsep kecerdasan buatan neural networking.

“Pada penerapannya, sensor disambungkan ke aplikasi yang dapat menampilkan user interface dari hasil pembacaan sensor tersebut,” papar Lukman.

Baca Juga :   Rekor Harian 1.853 Positif COVID-19, Enam Provinsi Lebih 100 Kasus

Pada aplikasi TT bisa diatur atau disetel nilai amang batas suhu minimal, misal 37,1 derajat celcius. Jika seseorang terdeteksi memiliki suhu tubuh di atas nilai ambang batas tersebut, maka kamera secara otomatis mengambil gambar wajahnya. TT kemudian mengirimkan data tersebut ke pengguna aplikasi, serta membunyikan alarm peringatan.

Pengguna aplikasi bisa pemerintah pusat atau daerah, juga rumah sakit setempat untuk monitoring dan mengambil tindak lanjut terhadap mereka yang tertangkap TT suhu tubuhnya di atas batas. Misalnya melakukan penjemputan suspect agar segera diperiksakan ke rumah sakit terdekat atau dikarantina.

“Sistem ini sangat efektif sebab data pasien atau manusia yang terindikasi suhu tubuhnya di atas batas normal dapat terdeteksi secara cepat dan realtime,” kata Lukman yang lahir tahun 1998 di Kediri ini.

Baca Juga :   Presiden Jokowi Harapkan ITS Jadi Garda Depan Pengembangan Teknologi
Techno Temperature ITS
Tim Instone pencipt Techno Temperature.(Humas ITS)

Keunggulan TT adalah bisa dintegrasikan dengan aplikasi user, aplikasi rumah sakit dan aplikasi pemerintah, sehingga mempermudah pelacakan orang yang terdeteksi oleh sensor.

“Selain itu terdapat notifikasi berupa pengiriman pesan informasi kepada yang terdeteksi sensor berupa suhu tubuh yang diukur dan informasi rumah sakit agar mereka melakukan pengecekan manual ke rumah sakit atau karantina mandiri di rumah,” papar Lukman.

Kendala penciptaan TT adalah pemilihan sensor yang dapat mendeteksi suhu tubuh secara cepat dan tepat, serta tantangan di mana proses diskusi dan pengerjaannya oleh Tim Instone dilakukan secara daring.

“Meskipun begitu, lomba ini sangatlah menarik bagi kami yang tidak bisa berkontribusi di garda terdepan untuk penyembuhan COVID-19. Namun kami tetap bisa berkontribusi dalam membuat terobosan alat baru,” ujar Lukman bangga.(hps)