Surabaya, pmp – Pertumbuhan kredit Bank Perkreditan Rakyat dan BPR Syariah (BPR-BPRS) di Jawa Tmur 2,22 persen (yoy) lebih tinggi dibandingkan perbankan umum di Jawa Timur dan nasional selama semester kedua 2020.
“Proses pemulihan ekonomi mulai terjadi pada semester kedua setelah tingkat kepercayaan investor meningkat sejalan dengan bergeraknya kembali perekonomian pasca pelonggaran pembatasan sosial. Kondisi tersebut diharapkan mampu meningkatkan optimisme khususnya bagi industri BPR/BPRS untuk tetap dapat tumbuh dan berkinerja baik,” kata Kepala Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Kantor Regional 4 Jawa Timur, Bambang Mukti Riyadi dalam gelar Evaluasi Kinerja BPR/BPRS Semester II Tahun 2020 secara virtual pada Senin (14/12/ 2020).
Acara yang dihadiri pengurus BPR/BPRS di bawah pengawasan Kantor OJK Regional 4 Jatim bertujuan menyampaikan informasi perkembangan industri BPR/BPRS selama periode 2020, serta isu strategis lainnya dalam rangka peningkatan peran BPR/BPRS dalam mengembangkan perekonomian Jatim di masa pandemi COVID-19.
Bambang Mukti Riyadi dalam sambutannya menyampaikan industri perbankan menghadapi tantangan perekonomian Indonesia ke depan di tengah ketidakpastian ekonomi global karena adanya Pandemi Covid-19.
Kebijakan pemerintah yang melakukan pembatasan sosial, termasuk menutup pusat-pusat perbelanjaan dan menghentikan operasional beberapa moda transportasi serta sikap masyarakat yang mengurangi kegiatan di luar rumah, mengakibatkan konsumsi masyarakat turun tajam. Berhentinya kegiatan bisnis tidak hanya menurunkan pendapatan masyarakat, tetapi juga meningkatkan jumlah pengangguran dan angka kemiskinan.
“Pandemi juga telah mengakibatkan investasi dan kegiatan produksi melambat, baik akibat turunnya permintaan, berkurangnya partisipasi tenaga kerja, dan terganggunya supply chain,” katanya.
Direktur Pengawasan LJK 1, Triyoga Laksito menambahkan secara umum BPR/BPRS Jawa Timur sejauh ini dapat bertahan, terlihat kondisi likuiditas yang cukup dan penghimpunan DPK serta penyaluran kredit yang masih menunjukan pertumbuhan positif, masing-masing sebesar 3,42 persen dan 2,22 persen, meskipun pertumbuhannya lebih rendah dibandingkan dengan tahun sebelumnya.
Rasio kredit atau pembiayaan bermasalah yang ditunjukan dari rasio NPL atau NPF, sedikit meningkat dari rasio tahun sebelumnya yaitu dari 8,13 persen menjadi 9,45 persen.
“Adanya kebijakan restrukturisasi kredit terdampak COVID-19, BPR/BPRS diharapkan dapat secara tepat mengidentifikasi kredit yang layak untuk diberikan restrukturisasi,” katanya.
Triyoga menyebutkan sektor ekonomi yang dapat bertahan pada kondisi pandemi adalah sektor ekonomi kesehatan, makanan dan minuman serta perdagangan berbasis TI. Selain itu, optimisme terjadinya pemulihan ekonomi di sektor riil juga terlihat dari adanya modifikasi pola pemasaran produk seperti pemasaran door to door dengan promosi yang menarik.
Isu strategis lainnya yang dihadapi BPR/BPRS yaitu kompetisi dengan perusahaan keuangan lainnya seperti Fintech, Lembaga Keuangan Mikro (LKM), serta layanan LAKU PANDAI sehingga BPR/BPRS harus selalu tangkas/cekatan, adaptif dan kreatif untuk menemukan solusi dan peluang yang ada di balik tantangan tersebut.
“ Agar dapat bersaing, OJK mendorong agar BPR/BPRS dapat melakukan kolaborasi dengan berbagai pihak, di antaranya berkolaborasi dengan Fintech peer to peer landing, dengan tetap memperhatikan prinsip kehati-hatian. Regulasi dan panduan dalam rangka kolaborasi tersebut segera akan diterbitkan sehingga diharapkan BPR/BPRS mempersiapkan secara internal,” pungkas Triyoga. (hps)