PenaMerahPutih.com
Headline Indeks Polkam

Khofifah Sebut Harlah ke-95 NU Momentum Teguhkan Komitmen Kebangsaan

Gus Dur dan Khofifah
Gus Dur dan Khofifah. Pernah menjabat Menteri Negara Pemberdayaan Perempuan di masa Presiden KH Abdurrahman Wahid atau Gus Dur. (dok independensi.com)

Surabaya, pmp – Gubernur Jawa Timur Khofifah Indar Parawansa yang juga Ketua Umum PP Muslimat NU menyebut peringatan Hari Lahir (Harlah) ke-95 Nahdlatul Ulama pada Minggu (31/1/2021) harus menjadi momentum meneguhkan nasonalisme dan komitmen kebangsaan.

“Perjalanan sejarah perjuangan di negeri ini telah membuktikan kematangan NU dari segi organisasi, ideologi, serta peran organisasi dalam membina masyarakat. Selamat Hari Lahir NU yang ke-95, mari meneguhkan khidmah NU menyebarkan Aswaja, meneguhkan komitmen kebangsaan,” kata Khofifah melalui pernyataan tertulis, Minggu (31/1/2021).

Menurut Khofifah yang pernah menjadi Menteri Negara Pemberdayaan Perempuan (1999-2001) di masa pemerintahan Presiden KH Abdurrahman Wahid atau Gus Dur yang juga Ketua Umum PBNU, NU telah menjadi organisasi yang semakin matang secara pemikiran, peran dan juga kontribusinya di tengah umat dan masyarakat.

NU tidak semata menegakkan siar Islam dan akidah Aswaja atau ahlussunnah wal jamaah, namun juga siar spirit nasionalisme, spirit mewujudkan kemandirian ekonomi.

“Semangatnya NU ini lengkap. Motivasi agama dan mempertahankan akidah Aswaja diwujudkan dengan banyaknya pesantren dan lembaga pendidikan berbasis agama. Motivasi ini masih relevan hingga sekarang dan NU telah melahirkan banyak intelektual muslim di Indonesia,”  katanya.

Baca Juga :   Ini Pesan Gus Mus buat Menteri Agama Gus Yaqut

NU Lahir Melalui Istikharah

NU tidak lahir begitu saja. NU lahir pada tahun 1926 atas istikharah atau berdoa meminta petunjuk kepada Allah SWT yang dilakukan para Kiai di sekitar tahun 1924 hingga 1925. Saat itu ada KH Cholil, KH Hasyim Asy’ari, KH Abdul Wahab Chasbullah, KH Bisri Syansuri, KH As’ad Syamsul Arifin, serta beberapa kiai lainnya.

Awalnya KH Abdul Wahab Chasbullah mengusulkan pendirian Jam’iyyah, namun KH Hasyim Asy’ari tidak langsung menyetujui, sebab beliau tidak pernah memutuskan sesuatu sebelum melaksanakan istikharah.

“Begitu juga dengan lahirnya NU pada 1926, tidak lepas dari istikharah para kiai pada masa itu,” papar Khofifah.

Gambaran sejarah itu menunjukkan NU memiliki kelebihan, yakni pengambilan keputusan melahirkan sebuah organisasi tidak lepas dari meminta petunjuk Allah, sehingga motivasi positif tertanam pada NU, yakni motivasi agama, motivasi membangun nasionalisme, serta mempertahankan akidah Aswaja.

Baca Juga :   Pemprov Jatim Kembangkan Potensi Pelaku UMKM Disabilitas

Motivasi membangun nasionalisme diwujudkan dengan komitmen kebangsaan yang kuat. Lahirnya NU tidak lepas dari rasa kebersamaan untuk melawan pejajah. Para Kiai sepuh yang memiliki fundamental pada pemahaman Aswaja sangat mewarnai perjalanan menuju kemerdekaan.

“Komitmen kebangsaan waktu itu dengan mengajak umat bangkit melawan kolonial. Semangat juang menggelora muncul pada tubuh NU. Salah satunya dibuktikan dengan adanya Resolusi Jihad pada Oktober 1926. Semua itu selaras dengan tema besar Harlah NU tahun ini. yaitu Khidmah NU: Menyebarkan Aswaja dan Meneguhkan Komitmen Kebangsaan,” tandasnya.

Pentingnya SDM Santri

Jika dulu komitmen kebangsaan diwujudkan dengan angkat senjata melawan penjajah, kini penjajah sudah berwujud pada digitalisasi, ekonomi, serta upaya merusak idealisme dan nasonalisme.

“Maka satu cara memerangi adalah menjaga integritas, menguatkan keilmuan, serta meneguhkan persatuan dan kesatuan melalui penguatan sumber daya manusia yang unggul dan berkualitas,” tegas Khofifah.

Baca Juga :   Jatim Juara Umum Kompetisi Sains Nasional, Khofifah: Kado Hari Guru

NU yang memiliki jutaan santri harus fokus pada pengembangan SDM santri agar mereka bisa menjadi pioneer untuk bangkit mengaplikasikan komitmen kebangsaan serta mewujudkan motivasi NU membangun nasionalisme.

“Santri akan menjadi pemimpin masa depan. Bisa jadi seorang santri kelak akan menjadi kiai dan menjadi panutan santrinya. Integritas dan idealisme menjadi modal santri tersebut. Mereka bisa menguatkan komitmen kebangsaan di lingkungan santrinya,” tegas Khofifah.

Santri yang terjun di masyarakat juga bisa menjadi panutan. Perilaku santri yang didasari integritas akan menumbuhkan empati dari masyarakat. Komitmen kebangsaan bisa diwujudkan pada implementasi kehidupan sosial.

“Sekali lagi santri merupakan pioneer yang bisa mengharumkan nama NU, mengemban amanah NU, serta mewujudkan motivasi NU seperti yang diharapkan oleh para pendiri NU,” katanya.

Pada akhirnya Khofifah menyebut usia 95 tahun bagi NU bukanlah usia muda, tapi juga bukan akhir sebuah perjuangan berbasis kelembagaan. (bim)