PenaMerahPutih.com
HeadlineIndeksPolkam

Yusril : Jumlah Kematian COVID-19 Indikator Kemampuan Negara Lindungi Rakyatnya

Yusril Ihza Mahendra dan Presiden Jokowi
Yusril Ihza Mahendra dan Presiden Jokowi di Kompleks Istana Presiden Bogor, Jumat 30 November 2018.(instagram @jokowi)

Jakarta, pmp – Yusril Ihza Mahendra, pakar hukum tata negara, menyebut jumlah dan persentase angka kematian akibat COVID-19 di suatu negara merupakan indikator keseriusan dan kemampuan negara dalam menangani pandemi dan melindungi rakyatnya, sehingga pemerintah harus menetapkan batas waktu merapikan data kematian korban COVID-19.

“Sampai kapan perapian data itu akan dilakukan tidak dijelaskan oleh pemerintah, padahal data kematian ini sangat penting. Data kematian warga masyarakat akibat COVID-19 bukan sekedar hal teknis sebagai indikator dalam menentukan level PPKM,” kata Yusril melalui keterangan tertulisnya, Kamis (12/8/2021).

Pernyataan Yusril yang juga Ketua Umum Partai Bulan Bintang (PBB), dikeluarkan menanggapi penjelasan pemerintah melalui Jodi Mihardi, juru bicara Kemenko Marves, yang meluruskan ucapan Menko Marves Luhut Binsar Panjaitan terkait data kematian COVID-19.

Baca Juga :   Rekor 689 Kasus Positif Baru Covid-19, Jangan Kaget Jika Pekan Depan Terjadi Lonjakan

Sebelumnya Menko Luhut mengatakan pemerintah akan menghapus data kematian sebagai indikator penanganan COVID-19 yang memunculkan menimbulkan berbagai kritik.

Kemudian Jodi Mihardi mengatakan, data kematian tidak dihapus dari indikator asesmen level PPKM, tetapi akan dirapikan karena seringkali tidak akurat. Setelah dirapikan, indikator kematian akan diinput lagi dalam menentukan level PPKM.

“Kematian warga dalam jumlah relatif besar dibandingkan dengan angka kematian global akibat pandemi merupakan masalah serius karena terkait langsung dengan amanat konstitusi,” tegas Yusril.

Menurutnya, salah satu tujuan pembentukan negara adalah melindungi segenap bangsa dan tumpah darah Indonesia. Hak untuk hidup dan mempertahankan kehidupan adalah hak asasi manusia yang dijamin konstitusi, karena itu semakin kecil angka kematian akibat COVID-19 akan menjadi indikator keberhasilan negara dalam menangani pandemi.

Baca Juga :   Terulang Rekor 1.385 Kasus Baru Positif COVID-19, DKI Jakarta Tertinggi

Oleh sebab itu pemerintah harus punya tenggat waktu merapikan data kematian, sebab tanpa kejelasan waktu pemerintah bisa dicurigai ingin menyembunyikan angka yang sesungguhnya.

“Hal ini tidak baik, bukan saja di mata rakyat tetapi juga di mata dunia internasional. Jika data resmi dari pemerintah tak kunjung muncul, maka yang berseliweran di publik adalah data tidak resmi yang bisa dibuat siapa saja. Hal ini justru akan menghambat upaya penanganan pandemi di negara kita,” tambah Yusril.

Selanjutnya jika data tidak resmi yang beredar, data itu bakal dengan mudah dimainkan menjadi isu politik yang berdampak luas, baik isu domestik sebagai penggalangan opini untuk menggoyang stabilitas politik dan pemerintahan, maupun isu internasional.

Baca Juga :   Sido Muncul Sumbang 4.000 Botol Kapsul JSH Buat RSPAD Gatot Subroto

“Sebab angka kematian yang relatif besar dibandingkan dengan negara-negara lain serta angka kematian global, bisa digoreng-goreng sebagai isu pelanggaran HAM berat. Kita tidak ingin hal seperti itu terjadi pada negara tercinta ini,” pungkas Yusril.(gdn)