Surabaya, PMP – Emiten industri kertas PT Suparma Tbk mengalokasikan belanja modal sebesar 10 juta dolar AS atau setara Rp164 miliar (kurs saat ini Rp16.400 per dolar AS) untuk pembelian Steam Boiler baru pada tahun 2024.
Direktur PR Suparma Tbk, Hendro Luhur dalam paparan public di Surabaya, Jumat (14/6/2024) mengatakan, Steam Boiler baru ini lebih ramah lingkungan dibandingkan Steam Boiler yang sudah ada, dan akan meningkatkan kapasitas keluaran steam yang digunakan untuk proses pengeringan kertas sebesar 16% dari semula 155 ton/hari menjadi 180 ton/hari.
“Steam Boiler yang baru lebih ramah lingkungan karerna ditunjang dengan spesifikasi penggunaan bahan baku batu bara sebesar 25% atau sekitar 60% lebih rendah dibandingkan Steam Boiler Suparma yang sudah ada, serta sisanya memanfaatkan limbah plastik dan limbah kayu untuk diubah menjadi energi panas,” kata Hendro Luhur melalui keterangan tertulis.
Hingga Mei 2024, realisasi anggaran tersebut telah mencapai 7,1 juta juta dolar AS dan diperkirakan Steam Boiler baru tersebut akan beroperasi di triwulan IV tahun ini.
Sementara itu sepanjang Januari – Mei 2024, penjualan bersih Suparma mencapai Rp 1,050 triliun atau setara dengan 33,9% dari target penjualan bersih Suparma tahun 2024 yang sebesar Rp 3,100 triliun.
“Kuantitas penjualan kertas Suparma sebesar 86.974 MT atau setara dengan 33,8% dari target kuantitas penjualan produk kertas perseroan tahun 2024 yang sebesar 257.517 MT. Sedangkan untuk hasil produksi kertas Suparma pada periode lima bulan pertama tahun 2024 sebesar 88.331 MT atau setara dengan 33,7% dari target produksi kertas tahun 2024 yang sebesar 261.804 MT,” beber Hendro Luhur.
Sepanjang tahun 2023, Suparma mencatat penjualan sebesar Rp 2,658 triliun atau turun sebesar 15,3% dibanding tahun sebelumnya. Sedangkan kuantitas penjualan produk kertas Suparma selama tahun 2023 masih mengalami sedikit pertumbuhan sebesar 3,9% atau mencapai 220,4 ribu MT.
“Turunnya penjualan yang melebihi penurunan beban pokok penjualan menyebabkan Suparma membukukan penurunan laba kotor sebesar 34,5% dari semula Rp 718,8 miliar di tahun 2022 menjadi Rp 470,6 miliar di tahun 2023, sehingga marjin laba kotor tahun 2023 mengalami penurunan menjadi 17,7% dari semula 22,9% di tahun 2022,” ungkap Hendro Luhur.
Diakuinya, pada tahun 2023 perseroan menghadapi beberapa tantangan ekonomi global, satu di antaranya adalah turunnya harga komoditas. Penurunan harga komoditas tersebut berdampak pada penurunan harga jual rata-rata produk Duplex Suparma sebesar 30% dimana produk Duplex memiliki kontribusi sekitar 39% terhadap kuantitas penjualan produk kertas Suparma.
“Kuantitas penjualan produk Duplex yang relatif tidak mengalami perubahan, namun mengalami penurunan harga jual tersebut menyebabkan turunnya harga jual rata-rata produk kertas Suparma sebesar 18,1% dibandingkan harga jual rata-ratanya di tahun 2022,” tutur Hendro Luhur.
Hendro menyebut produksi Suparma seperti kertas duplex dan pembungkus makanan merek Gajah, serta berbagai jenis tisu merek Plenty dan See-U serta tissue towel
Sepanjang tahun 2023, beban operasional yang terdiri dari beban penjualan dan beban umum dan administrasi mengalami kenaikan masing-masing sebesar 9,2% dan 16,0%.
Peningkatan ini terutama disebabkan oleh naiknya beban ekspor dan pengangkutan di beban penjualan sebesar 5,9% serta meningkatnya gaji dan upah sebesar 9,3% di beban umum dan administrasi.
“Kenaikan beban operasional tersebut menyebabkan laba sebelum taksiran beban pajak, laba tahun berjalan dan laba komprehensif tahun berjalan Suparma mengalami penurunan masing-masing menjadi sebesar Rp 237,8 miliar, Rp 178,7 miliar dan Rp 173,1 miliar atau masing-masing menurun 44,9%, 46,8% dan 47,7%,” terangnya.
Meski demikian, Hendro memaparkan, berdasar hasil Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) Tahunan perseroan, telah disepakati untuk pembagian dividen tunai kepada para pemegang saham sebesar Rp 12 per saham atau sebesar Rp 37.849.106.592, yang setara dengan 21% dari laba bersih tahun 2023. (nas)