Jakarta, pmp – Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menyiapkan kebijakan stimulus untuk menjaga pertumbuhan perekonomian nasional sebagai kebijakan Countercyclical dalam mengantisipasi dampak dari penyebaran virus Corona.
“Kebijan stimulus OJK ini diharapkan bisa memitigasi dampak pelemahan ekonomi global terhadap pertumbuhan dan stabilitas ekonomi nasional,” kata Ketua Dewan Komisioner OJK, Wimboh Santoso, dalam rilis yang dikirim Rabu (26/2/2020) malam.
Beberapa langkah stimulus yang sudah disiapkan OJK yaitu relaksasi pengaturan penilaian kualitas asset kredit dengan plafon sampai dengan Rp 10 miliar, hanya didasarkan pada satu pilar yaitu ketepatan pembayaran pokok dan/atau bunga, terhadap kredit yang telah disalurkan kepada debitur di sektor yang terdampak penyebaran virus corona (sejalan dengan sektor yang diberikan insentif oleh Pemerintah).
Relaksasi pengaturan restrukturisasi kredit yang disalurkan kepada debitur di sektor yang terdampak penyebaran virus corona (sejalan dengan sektor yang diberikan insentif oleh Pemerintah). Selain itu, relaksasi pengaturan ini akan diberlakukan sampai dengan 1 (satu) tahun setelah ditetapkan, namun dapat diperpanjang bila diperlukan.
Lebih lanjut Wimboh mengatakan, perekonomian global masih akan dihadapkan dengan tantangan yang cukup besar. “Jadi di tengah upaya memperbaiki kinerja perekonomian, selain peningkatan tensi geopolitik di Timur Tengah dan belum selesainya isu perang dagang antara AS dan Tiongkok, dunia juga dihadapkan pada kasus virus Corona yang dampaknya tidak dapat dikatakan kecil bagi perekonomian global,” katanya.
Salah satu dampak langsung dari perkembangan tersebut adalah ke perekonomian Tiongkok yang kontribusinya terhadap PDB dunia mencapai 16%. Diperkirakan pertumbuhan ekonomi Tiongkok akan mencapai level terendah selama 29 tahun terakhir yang akan berdampak pula pada pertumbuhan perekonomian negaranegara mitra dagangnya.
Dampak dari masih tingginya ketidakpastian perekonomian global juga tercermin di perekonomian domestik, terutama pada investasi dan kinerja eksternal yang cenderung melambat.
Ditengah perlambatan ekonomi global, Rapat Dewan Komisioner (RDK) OJK menilai berdasarkan data Januari 2020, stabilitas sektor jasa keuangan masih dalam kondisi terjaga dengan intermediasi sektor jasa keuangan membukukan kinerja positif dan profil risiko industri jasa keuangan tetap terkendali.
Selain itu, lanjut Wimboh, meski tingkat konsumsi masih tumbuh stabil, indikator-indikator sektor riil domestik masih menunjukkan tren yang relatif mixed. Minimnya sentimen positif baik dari perspektif global maupun domestik turut memengaruhi kinerja sektor jasa keuangan domestik pada bulan laporan, khususnya di pasar saham.
Sampai dengan 21 Februari 2020, pasar saham melemah sebesar 0,97% mtd atau 6,62% ytd menjadi 5.882,3. Pelemahan ini lebih disebabkan karena kekhawatiran investor terhadap virus corona yang akan berdampak pada kinerja emiten di Indonesia.
Namun demikian, pasar Surat Berharga Negara (SBN) masih menguat dengan yield yang turun sebesar 17,3 bps mtd di tengah net sell oleh investor nonresiden sebesar Rp 6,8 triliun. Perbankan tercatat menjadi penopang pasar SBN domestik dengan melakukan pembelian sebesar Rp 52,4 triliun.
Kredit Tumbuh 6,1%
Kinerja intermediasi lembaga jasa keuangan Januari 2020 sejalan dengan perkembangan yang terjadi di perekonomian domestik. Kredit perbankan mencatat pertumbuhan positif sebesar 6,10% yoy, ditopang oleh kredit investasi yang tetap tumbuh double digit di level 10,48% yoy. Piutang pembiayaan Perusahaan Pembiayaan meningkat 2,4% yoy.
Di tengah pertumbuhan intermediasi lembaga jasa keuangan, profil risiko masih terkendali dengan rasio NPL gross sebesar 2,77% (NPL net: 1,04%) dan Rasio NPF sebesar 2,56%. Dari sisi penghimpunan dana, Dana Pihak Ketiga (DPK) perbankan tumbuh sebesar 6,80% yoy, lebih tinggi dari capaian tahun lalu. Selain itu, sepanjang Januari 2020, industri asuransi berhasil menghimpun premi sebesar Rp26,2 triliun dan tumbuh sebesar 9,7% yoy.
Wimboh juga menjelaskan, sampai dengan 24 Februari 2020, penghimpunan dana melalui pasar modal telah mencapai Rp 14 triliun. Adapun jumlah emiten baru pada periode tersebut sebanyak 9 perusahaan dengan pipeline penawaran sebanyak 53 emiten dengan total indikasi penawaran sebesar Rp 21,2 triliun.
Risiko nilai tukar perbankan berada pada level yang rendah, dengan rasio Posisi Devisa Neto (PDN) sebesar 2,21%, jauh di bawah ambang batas ketentuan sebesar 20%. Sementara itu, likuiditas dan permodalan perbankan berada pada level yang memadai. Liquidity coverage ratio dan rasio alat likuid/non-core deposit masing-masing sebesar 208,73% dan 101,49%, jauh di atas threshold masing-masing sebesar 100% dan 50%.
Permodalan lembaga jasa keuangan terjaga stabil pada level yang tinggi. Capital Adequacy Ratio perbankan sebesar 22,83%. Sejalan dengan itu, Risk-Based Capital industri asuransi jiwa dan asuransi umum masing-masing sebesar 789% dan 345%, jauh di atas ambang batas ketentuan sebesar 120%. (hps)