Jakarta, penamerahputih.com – Pakar hidrogeologi, eksplorasi dan lingkungan asal ITB, Dr Budi Sulistijo, menilai positif komitmen Tim KLHS (Kajian Lingkungan Hidup Strategis) II Pegunungan Kendeng yang bakal mendasari laporannya dengan scientific finding atau temuan ilmiah.
“Saya mengartikan scientific finding itu sebagai fakta ilmiah. Tentu saja bagus kalau hasil kajian Tim KLHS II nanti benar-benar berlandaskan fakta ilmiah,” kata Budi Sulistijo, pada Minggu (22/10/2017).
Sebelumnya, salah satu anggota Tim KLHS II yang sedang meneliti Pegunungan Kendeng, menyatakan bahwa hasil kajian yang nantinya dipublikasikan bakal berdasarkan pada scientific finding. “Supaya nanti semua orang bisa melihat bahwa apa yang kami lakukan betul-betul berdasar scientific finding dan bukan berpihak kepada A atau B,” katanya.
Maklum, hasil kajian KLHS sangat terkait dengan izin usaha penambangan (IUP) pabrik semen Rembang yang telah mengikuti semua aturan penambangan dan belakangan dipersoalkan oleh JMPPK (Jaringan Masyarakat Peduli Pegunungan Kendeng).
Baca : Hasil KLHS Kendeng Bakal Berprinsip Scientific Finding
Menurut Budi Sulistijo, hasil kajian Tim KLHS I terhadap Cekungan Air Tanah (CAT) Watuputih yang dipublikasi pada April silam, belum secara murni menyiratkan scientific finding.
“Hasil laporan KLHS I dulu secara kewajaran ilmiah kurang pas. Datanya betul, namun interpretasinya yang tidak tepat,” katanya.
Contohnya penjelasan mengenai karst atau lapisan gamping jika ditambang sekian meter, maka akan muncul kehilangan air sekian meter kubik.
“Secara ilmiah betul bahwa karst itu berongga. Namun menjadi tidak pas ketika dikalkulasi akan kehilangan air sekian kubik ketika digali. Seolah semua rongga menyimpan air. Padahal yang bakal digali hanya zona kering karst yang tidak menyimpan air. Sementara air justru tersimpan di zona jenuh di bawah zona kering. Jadi bagaimana bisa dikalkulasi seperti itu?” katanya.
Menurut Budi Sulistijo, penambangan yang bakal dilakukan semen Rembang menggunakan metode zero run-off yang artinya air tidak boleh keluar dari areal penambangan. Air hujan yang masuk ke areal tambang bakal tersimpan di zona jenuh karst.
“Penggalian dilakukan seperti kita membuat lubang resapan biopori yang merupakan program Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK). Biopori itu lubang silindris yang dibuat secara vertikal ke dalam tanah guna meningkatkan daya resap air pada tanah,” katanya.
Budi juga menyinggung fakta ilmiah bahwa CAT Watuputih bukan bagian dari zona Kendeng. “Itu zona Rembang. Jadi waktu ada surat penugasan dari menteri, saya sudah sampaikan bahwa pemahaman itu salah,” katanya.
Artinya dalam laporan KLHS II nanti juga harus dijelaskan fakta ilmiah tentang zona Kendeng dan zona Rembang tersebut.(bm)