PenaMerahPutih.com
HeadlineIndeksWow

Wisata Tani Betet : Wisata Kanal Amsterdam Ala Nganjuk Penggerak Ekonomi Desa

Wisata Tani Betet penamerahputih
Berwisata menyusuri sungai di Wisata Tani Betet (WTB) menjadi favorit masyarakat Nganjuk dan sekitarnya. (pmp – bhimo)

Nganjuk, pmp – Perahu-perahu kecil bermotor lalu-lalang di Sungai Apur, sungai selebar enam meter yang membelah areal persawahan Dusun Betet. Perahu yang dicat berwarna-warni itu hilir-mudik membawa maksimal delapan penumpang, campuran balita hingga manula, yang semua tampak sumringah menikmati laju perahu sembari menyapu asrinya pemandangan lahan persawahan di sepanjang pinggiran sungai.

Para penumpang yang harus membayar Rp 3 ribu untuk sekali perjalanan, yakni dua kali bolak-balik menyusuri sungai sepanjang 150 meter, tak lain para wisatawan yang mengunjungi obyek wisata yang diberi nama Wisata Tani Betet (WTB) yang terletak di Dusun Betet, Desa Betet, Kecamatan Ngronggot, Kabupaten Nganjuk, Jawa Timur.

Wisata perahu memang merupakan sajian utama WTB yang kini menjadi salah satu destinasi wisata favorit bagi warga Kabupaten Nganjuk dan sekitarnya, termasuk warga kabupaten tetangga seperti Kediri.

WTB yang dikelola para pemuda Betet yang tergabung dalam Kelompok Sadar Wisata (Pokdarwis) Regul menjadi maju dan terkenal berkat dukungan dan bimbingan PT PLN (Persero) Unit Induk Distribusi (UID) Jatim melalui Program CSR (corporate social responsibility) Bina Lingkungan PLN Peduli.

Wisata Tani Betet penamerahputih
Ongkos naik perahu murah meriah hanya Rp 3 ribu per orang. (pmp – bhimo)

Terdapat sembilan unit perahu di WTB yang siap membawa para wisatawan berwisata menyusur sungai yang mirip wisata menyusur kanal yang terkenal di Amsterdam Belanda. Bedanya, para wisatawan di Amsterdam dibawa perahu plus pemandu menyusur kanal-kanal yang bertebaran membelah kota Amsterdam.

Para penumpang perahu di WTB mengantri di dermaga yang terletak di areal utama seluas 300 RU atau sekitar 4.200 meter persegi. Pada setiap perahu yang beroperasi sejak pukul 09.00 hingga 16.00 WIB, disediakan caping atau topi khas petani yang boleh dipakai para penumpang untuk menghindari terik matahari. Setiap perahu maksimal hanya boleh mengangkut lima penumpang dewasa, sementara bagi pengunjung yang ingin menikmati sensasi lebih, disiapkan enam sepeda air yang bisa disewa Rp 3 ribu untuk 10 menit.

Berwisata Murah dan Meriah

“Piknik di sini sangat murah. Saya mengajak dua anak untuk bermain di areal WTB, naik perahu, foto-foto dan kemudian makan dan minum, habisnya tak lebih dari Rp 50 ribu,” kata Ningsih (40), wisatawan asal Desa Babadan, Kecamatan Patianrowo, Nganjuk, yang berjarak sekitar 12 km dari WTB, saat berwisata pada Kamis (14/1/2021).

Murah dan meriah agaknya menjadi daya tarik utama WTB bagi wisatawan. Apalagi pengunjung tak dipungut karcis masuk, sehingga relatif mereka hanya mengeluarkan uang untuk naik perahu, sewa sepeda air, membeli makan dan minum, atau sekedar membayar parkir motor Rp 2 ribu atau mobil Rp 5 ribu.

Wisata Tani Betet penamerahputih
Mirip wisata kanal yang terkenal di Amsterdam Belanda. (pmp – bhimo)

Agar pengunjung betah, Pokdarwis Regul memperindah areal WTB dengan beberapa gazebo bambu untuk berteduh, rumah pohon, taman bermain yang kini dibangun kolam dan air mancur, mushola, kamar mandi dengan air melimpah, termasuk panggung karaoke bagi pengunjung yang hobi bernyanyi untuk melepas suntuk di dekat dermaga, juga berbagai sudut yang instagramable untuk selfie atau berswafoto.

Halaman parkir luas disiapkan untuk menampung motor, mobil, juga belasan kereta kelinci dari berbagai daerah sekitar yang  setiap hari datang mengangkut ratusan penumpang untuk berwisata ke WTB. Sementara bagi pengunjung yang haus dan lapar, terdapat 32 kedai penjual makanan yang menempati lapak-lapak seragam yang dibangun Pokdarwis Regul menghadap area parkir.

Sesuai namanya wisata tani, selain lahan sawah untuk edukasi, saat ini WTB memiliki kandang kambing, areal pembibitan, sungai dengan puluhan ribu ikan yang boleh dipancing, bahkan greenhouse untuk bercocok tanam secara hidroponik yang menggunakan lampu ultra violet (UV) untuk memacu pertumbuhan tanaman karena bakal tetap berfotosintesa di malam hari.

Keberadaan greenhouse selebar 4 meter dan panjang 8 meter, starter kit hidroponik dan lampu UV, juga kambing dan kandang, merupakan bantuan paling mutakhir PLN Peduli. Saat ini greenhouse menjadi areal yang diminati wisatawan, juga menjadi tujuan para siswa SD atau SMP di Nganjuk dan sekitarnya yang datang berombongan didampingi gurunya untuk belajar hidroponik.

Wisata Tani Betet penamerahputih
Bertanam hidroponik di greenhouse areal WTB. (pmp – bhimo)

Sebulan Beromset Rp 80 Juta

Sebagai destinasi wisata lokal, sekitar akhir tahun 2019 atau sebelum pandemi COVID-19  melanda, tingkat kunjungan wisatawan WTB bisa dibilang memasuki masa keemasan dengan 300 orang hingga 500 orang pada hari kerja dan bakal naik menjadi 1.000 orang hingga 1.500 orang di hari libur.

Omset WTB dalam sebulan dari pemasukan utama wisata perahu dan parkir berkisar Rp 80 juta, pembagiannya perahu sekitar Rp 60 juta dan parkir sekitar Rp 20 juta.

Menurut Heri Siswanto (47), Ketua Pengelola WTB yang juga Ketua Pokdarwis Regul, pemasukan dari perahu di hari kerja minimal Rp 1,5 juta.

“Pemasukan dari perahu melonjak pada hari Sabtu hingga Rp 3 juta dan hari Minggu bisa mencapai Rp 5 juta,” kata Heri yang juga penanggung jawab operasional harian WTB, pada Kamis (14/1/2021).

Baca Juga :   Tiga Bisnis Menguntungkan Masa New Normal Ala Sandiaga Uno

Sementara pemasukan dari parkir di hari kerja berkisar Rp 500 ribu dan akan naik menjadi Rp 1 juta pada hari Sabtu dan Rp 2 juta pada hari Minggu.

Wisata Tani Betet penamerahputih
Heri Siswanto, Ketua Pengelola Wisata Tani Betet. (pmp – bhimo)

Perkembangan WTB yang semula hanya diikhtiarkan untuk menjadi sarana wisata bagi warga Desa Betet tentu menggembirakan anggota Pokdarwis Regul maupun seluruh warga desa.

Heri pun berkisah bahwa Sungai Apur awalnya hanyalah selokan selebar dua meter yang menjadi sarana pembuangan air dari lahan persawahan yang kondisinya tak terurus ditumbuhi rumput, tanaman air, serta terjadi pendangkalan. Persoalan muncul karena di musim hujan sawah warga justru terendam air karena Sungai Apur sebagai saluran pembuangan tak berfungsi.

Pada tahun 2016, munculah kesepakatan warga yang didukung Pemerintah Desa Betet untuk mengembalikan fungsi Sungai Apur. Ikhtiar mereka disambut Pabrik Gula (PG) Meritjan yang bersedia membantu menormalisasi sungai karena banyak sawah milik warga Betet yang ditanami tebu sebagai bahan baku pembuatan gula. Maka dengan bantuan alat berat Sungai Apur pun dinormalisasi, diperlebar enam meter dan diperdalam 1 meter sepanjang 1 km.

Pada 10 November 2016 saat peresmian Sungai Apur pascanormalisasi, Dinas Perikanan Nganjuk memberi bantuan menebar 10 ribu bibit ikan untuk mengembalikan keanekaragaman hayati serta keseimbangan ekosistem Sungai Apur.

Memasuki awal kemarau 2017, persoalan muncul karena permukaan air ternyata turun. Warga pun berinisiatif menerapkan sistem embung atau penampungan air sederhana di Sungai Apur dengan menyekat aliran sungai ke arah hilir menggunakan papan kayu di bawah jembatan untuk menjaga agar debit air stabil. Upaya mereka membuahkan hasil karena setelah itu Sungai Apur tetap berair meski kemarau.

Wisata Tani Betet penamerahputih
Sungai Apur dulunya hanya selokan pembuangan air selebar dua meter yang dipenuhi tanaman air dan dangkal. (pmp – bhimo)

Munculnya Ide Wisata Tani

Pada pertengahan 2017, Kepala Dusun Betet Ahmad Saikhu melontarkan ide menjadikan Sungai Apur sebagai lokasi wisata tani bagi warga desa. Gagasannya didukung beberapa warga dan kemudian membentuk Pokdarwis Regul yang beranggotakan 34 orang. Pemilihan nama Regul atau berang-berang didasari filosofi bahwa binatang regul memiliki rasa setia kawan dan saling bantu.

Sebagai bentuk komitmen, Kepala Dusun (Kasun) merelakan sawah bengkoknya seluas 300 RU yang terletak di pinggir Sungai Apur untuk dijadikan pusat wisata tani.

Keseriusan Kasun dan Pokdarwis Regul berhasil meyakinkan Pemerintah Desa Betet yang kemudian memberi bantuan dana BUMDes Rp 10 juta sebagai modal awal mewujudkan ide wisata tani.

Sejak saat itu, setiap hari Jumat warga dusun Betet dan para pemuda bekerja bakti menanam beraneka tanaman dan bunga di tepian sungai agar indah dan cantik, termasuk melakukan pemeliharaan agar sungai tetap bersih. Aturan pun dibuat, selain memancing dilarang menangkap ikan menggunakan racun atau peralatan yang dapat merusak habitat dan ekosistem air.

Wisata Tani Betet penamerahputih
Heri Siswanto dan para pemuda anggota Pokdarwis Regul pengelola WTB di dermaga. Sebulan berpenghasilan sekitar Rp 2 juta sama seperti UMK Nganjuk. (pmp – bhmo)

Upaya mempercantik tepian sungai didukung Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nganjuk yang memberi bantuan bibit pohon bunga Tabebuya dan Ketepeng Kencana untuk ditanam di sepanjang bibir sungai sepanjang 1 km pada awal 2018.

“Pada bulan Agustus 2018, kami mulai memiliki satu perahu yang dananya merupakan dana urunan anggota Pokdarwis Regul,” kata Heri Siswanto.

Keberadaan satu perahu di areal wisata tani mulai menarik perhatian warga Betet dan desa-desa di sekitarnya. Masyarakat pun mulai berdatangan dan keberadaan wisata tani mulai beredar dari mulut ke mulut. Apalagi Sekretaris Pokdarwis Regul Bromantio Ardi Swandaru yang milenial, aktif memperkenalkan wisata tani melalui media sosial.

Dukungan pun mulai berdatangan, contohnya Babinsa Desa Betet Widodo dari Polsek Ngronggot yang menyumbang satu unit sepeda air.

Pada awal tahun 2019 tepatnya 20 Januari, ditandai sebagai awal beroperasinya Wisata Tani Betet. Sejak saat itu kunjungan wisatawan terus ramai dan trennya meningkat. “Pada awal tahun itu ramai sekali. Setiap hari rata-rata pengunjung sekitar 250 orang dan pemasukan rata-rata Rp 1,5 juta,” kata Heri.

Setiap kelebihan uang yang terkumpul dipergunakan untuk menambah satu demi satu perahu bermotor seharga Rp 8 juta, atau sepeda air seharga Rp 2,5 juta, sehingga pada awal 2020 WTB telah memiliki lima perahu dan enam sepeda air.

Dukungan dari Pemerintah Desa Betet juga kembali mengalir demi melihat perkembangan WTB, yakni Rp 10 juta pada 10 November 2019 untuk sarana dan prasarana, kemudian Rp 10 juta.pada Agustus 2020 melalui BUMDes untuk membayar sewa tanah WTB.

Wisata Tani Betet penamerahputih
Berbagai sudut WTB dipercantik agar layak dijadikan tempat selfie. (pmp – bhimo)

Dukungan CSR PLN Peduli

Keseriusan Pokdarwis Regul mengelola WTB sehingga mulai dikenal masyarakat ternyata menarik perhatian Mujiono, warga asli Betet yang dinas di PLN Samarinda. Mujiono pun membantu menghubungkan Pokdarwis Regul dengan PLN UID Jatim. Hasilnya PLN UID Jatim menggandeng WTB sebagai bagian dari Program CSR Bina Lingkungan PLN Peduli.

Pada 1 November 2019, PLN memberikan bantuan pertama senilai Rp 75 juta untuk pembangunan mushola, tempat wudlu, kamar mandi, menata halaman parkir, serta penanaman tanaman peneduh di setiap sudut WTB. Sebulan kemudian pada 2 Desember 2019, mushola dan berbagai fasilitas baru diresmikan oleh Bupati Nganjuk Novi Rahman Hidayat dan dihadiri para pejabat PLN Jatim.

Baca Juga :   Lewat ‘tiket TO DO’, tiket.com Mantapkan Posisi One Stop Travel Solution

Selanjutnya pada 20 Mei 2020, PLN Peduli kembali menggelontorkan dana buat WTB senilai Rp 249,7 juta untuk membangun lapak bagi 32 UMKM penjual makanan, pembangunan gapura, saluran drainase, serta pelatihan manajemen pengelolaan usaha.

Bantuan itu sangat bermanfaat buat WTB dan Pokdarwis Regul mengingat sejak Maret 2020, kedatangan wisatawan perlahan menurun dan beberapa waktu kemudian WTB terpaksa tutup mengikuti kebijakan pemerintah akibat wabah COVID-19 mulai melanda tanah air. Kekosongan kunjungan wisatawan dimanfaatkan Pokdarwis Regul dan para pelaku UMKM yang sejak awal ikut berjualan di WTB untuk bergotong-royong membangun lapak dan gapura.

“Dalam waktu 2 bulan 5 hari pembangunan kelar. Kami hanya mempekerjakan 2 tukang atau tenaga ahli, sementara pekerjaan lainnya total dikerjakan anggota Pokdarwis Regul dan para UMKM beserta keluarganya sehingga biaya pembangunan murah. PLN tekejut melihat hasilnya, karena estimasi mereka seluruh sarana baru tersebut seharusnya menelan biaya Rp 450 juta atau di atas bantuan yang mereka berikan,” papar Heri sembari tertawa.

Wisata Tani Betet penamerahputih
Gapura WTB, deretan kedai UMKM dan area parkir hasil bantuan PLN Peduli. (pmp – bhimo)

Penampilan WTB pun berubah total dengan gapura baru, serta deretan 32 lapak UKM yang permanen dan seragam berukuran lebar 2,5 meter dan panjang 4 meter yang berderet di sisi barat, selatan dan timur menghadap area parkir. Tak ada lagi atap terpal berwarna-warni yang dulu memunculkan kesan kumuh.

Itupun masih ada dua ruang untuk dapur dan ruang berbentuk panggung untuk menempatkan sound system, televisi, juga wifi yang menghadap dermaga di sisi barat WTB.

Pada 18 Agustus 2020, setelah pemerintah kembali mengizinkan beroperasinya berbagai kegiatan, WTB pun kembali beroperasi dengan wajah baru dengan berbagai fasilitas lebih indah. Kunjungan wisatawan kembali terjadi meski tetap tak seramai 2019 sebelum wabah corona. WTB pun menerapkan protokol kesehatan ketat bagi para pengunjung dengan menempatkan sabun dan alat cuci di setiap depan lapak UMKM, gapura yang merupakan pintu masuk, dermaga, serta berbagai sudut lainnya.

Kedatangan wisatawan belum benar-benar pulih ketika pemerintah menerapkan PPKM atau Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat untuk mencegah penyebaran COVID-19 yang membuat WTB kembali ditutup sejak 23 Desember 2020 hingga 5 Januari 2021.

Wisata Tani Betet penmerahputih
Penerapan protokol kesehatan di WTB. (pmp – bhimo)

Gerakkan Ekonomi Desa 

Sebanyak 32 lapak UMKM para penjual makanan di WTB diberi nama sesuai pemilik lapak. Ada Warung Mbah Nyamirah, Warung Mak Ti, Warung Mbak Eny, Warung April, serta Kedai PKK dan Kedai Karang Taruna Desa Betet.

Warung-warung itu menjual makan dan minuman dengan harga murah. Secangkir kopi hanya Rp 3 ribu, nasi rawon Rp 10 ribu, nasi soto Rp 8 ribu, rujak Rp 6 ribu, atau makanan khas WTB kerupuk pecel Rp 5 ribu. Pokdarwis Regul membuat peraturan bahwa seluruh penjual wajib menerima kue atau jajanan yang dititipkan para UMKM lain di Desa Betet.

Yuliani (40), pemilik Warung April yang mulai berjualan sejak 18 Agustus 2020, mengaku omsetnya per hari sekitar Rp 200 ribu hingga Rp 300 ribu. Dan bakal naik menjadi Rp 500 ribu hingga Rp 700 ribu di hari Sabtu, serta minimal Rp 1 juta di hari Minggu. Dari total penghasilan rata-rata Rp 9 juta setiap bulan, Yuliani mendapat penghasilan bersih 60% atau sekitar Rp 5,4 juta.

“Alhamdulillah saya yang dulu hanya menganggur di rumah, sekarang bisa berjualan dan punya penghasilan sehingga bisa membantu suami yang petani,” kata Yuliani yang dibantu seorang tetangga berjualan di Warung April.

Menurut Yuli yang memilik dua anak, tak ada biaya sewa lapak. Setiap minggu dia hanya menyetor Rp 35 ribu ke pengelola WTB untuk membayar listrik yang dipergunakan untuk menjalankan blender dan rice cooker. Pembayaran listrik untuk setiap lapak bisa berbeda karena ada lapak yang menggunakan kulkas dan televisi sehingga biayanya pun lebih mahal.

Wisata Tani Betet penamerahputih
Mbah Nyamirah, Mak Ti dan Yuliani, para UMKM penjual makanan di WTB bersyukur bisa memilki penghasilan bagus. (pmp – bhimo)

Mbah Nyamirah (65) yang merupakan penjual paling senior di WTB, mengaku telah mulai berjualan di WTB sejak pertengahan 2017 untuk melayani konsumsi para pemancing.

“Begitu ada perahu tahun 2018, jumlah penjual seperti saya mulai bertambah menjadi 16 orang. Dan sejak dibuka kembali setelah ada corona pada Agustus 2020, jumlah penjual 30 orang sesuai jumlah lapak,” katanya sembari menyebut rata-rata penghasilannya sama seperti Yuliani.

Para pemilik lapak yang merupakan warga Dusun Betet, rata-rata mempekerjakan satu atau dua orang untuk membantu berjualan. Salah satu penjual yang variasi makanannya lebih banyak, bahkan bisa mempekerjakan empat pembantu. Jika rata-rata setiap lapak mempekerjakan dua pembantu, maka total ada 60 warga desa lainnya yang ikut menikmati rezeki membantu berjualan di WTB.

Tak hanya UMKM penjual makan, kedai milik PKK Desa Betet juga menangguk berkah dengan ikut berjualan di WTB. Setiap hari kecuali libur hari Jumat, kedai dijaga bergilir oleh empat ibu pengurus PKK. Kedai PKK menjual berbagai makanan kecil hasil olahan UMKM Betet seperti keripik tahu, keripik singkong, kerupuk bakar hingga permen. Termasuk berbagai asesoris berlabel WTB seperti kaos, tas, dompet, topi, gantungan kunci, atau ulek-ulek yang merupakan produksi para UMKM Desa Betet.

Baca Juga :   Realisasi Dipercepat, 551 Warga Tidak Mampu Lamongan Mendapat Bantuan Pasang Baru Listrik Gratis

Menariknya, para ibu PKK penjaga kedai mendapat honor dari total keuntungan yang didapat dengan pembagian 45% UMKM pemilik produk, 15% kas PKK dan 40% penjaga lapak. Berdasarkan data Pokdarwis Regul, total terdapat sekitar 30 UMKM yang menyetor hasil produksi mereka untuk dijual di WTB.

Wisata Tani Betet penamerahputih
Kedai milik PKK Desa Betet yang menjual berbagai produk UMKM dijaga empat ibu anggota PKK secara bergiliran. Mereka mendapatkan bagi hasil dari keuntungan yang diperoleh. (pmp – bhimo)

Tak hanya itu, Pokdarwis Regul juga melibatkan para petani pembibit tanaman untuk ikut menjual bibit mereka di areal WTB. Bibit tanaman buah dalam polybag kecil dijual Rp 25 ribu, sementara bibit yang lebih besar dijual bervariasi antara Rp 200 ribu hingga Rp 300 ribu. Para petani penjual bibit tak hanya dari Betet, tapi juga kecamatan lain seperti Baron atau Tanjunganom.

Raih CSR PLN Awards 2020

Penghasilan juga diterima 23 anggota Pokdarwis Regul yang mayoritas pemuda desa yang setiap hari terlibat mengurus WTB, seperti mengemudi perahu, keamanan, kebersihan, konsumsi, atau penjaga parkir.

“Mereka setiap minggu mendapat bagi hasil sama rata antara Rp 450 ribu hingga Rp 650 ribu tergantung omset. Kami menerapkan manajemen keuangan terbuka sehingga semua anggota merasa senang dan semangat memberi palayanan terbaik buat para tamu,” kata Heri Siswanto.

Penghasilan sekitar Rp 2 juta per bulan bagi seluruh pengurus WTB tentu saja menggembirakan karena ternyata sudah sesuai dengan Upah Minimum Kabupaten (UMK) Nganjuk tahun 2020 sebesar Rp 1,95 juta.

Keberadaan WTB yang mampu menggerakkan perekonomian desa melalui keterlibatan para UMKM telah membuat WTB dan Pokdarwis Regul menyabet Juara I CSR PLN Awards 2020 untuk kategori ‘Program Pemberdayaan Masyarakat’ pada November 2020. Semangat Pokdarwis Regul memajukan Desa Betet melalui WTB, tampaknya sejalan dengan semangat PLN ‘Terangi Negeri, Indonesia Maju’.

Wisata Tani Betet penamerahputih
WTB sukses menjadi Juara I CSR PLN Award Tahun 2020 untuk Kategori Program Pemberdayaan Masyarakat. (Instagram @wisatatani1)

Kunci sukses WTB, menurut Heri Siswanto, tak lain keberhasilan pengurus Pokdarwis Regul menumbuhkan rasa memiliki WTB kepada seluruh pengurus maupun UMKM sehingga semua merasa ikut bertanggungjawab dan ikut menjaga keberlangsungan hidup WTB.

“Sejak awal kami tanamkan kesadaran bahwa WTB ini milik bersama. Jika WTB maju, maka semua yang terlibat bakal ikut maju dan menikmati hasilnya. Makanya tak perlu heran jika berbagai program di WTB berjalan lancar. Banyak tokoh dari berbagai desa datang untuk belajar bagaimana mengelola WTB. Mayoritas mereka bilang bahwa poin yang sulit ditiru adalah menumbuhkan rasa memiilki kepada warga,” kata Heri.

Apa yang disampaikan Heri tak sekedar isapan jempol. Setiap hari sekitar pukul 15.00 ketika pengunjung mulai sepi, tanpa dikomando semua ibu penjual makanan di WTB ramai-ramai menenteng sapu lidi untuk membersihkan dermaga dan seluruh sudut WTB dari sampah. Mereka melakukannya sembari bercanda tawa sehingga kegiatan bersih-bersih sama sekali bukanlah beban, namun sudah menjadi rutinitas demi menjaga periuk nasi bersama.

Wisata Tani Betet penamerahputih
Para ibu UMKM penjual makanan setiap hari bergotong royong membersihkan area WTB. Merasa memiliki demi menjaga keberlangsungan periuk nasi bersama. (pmp – bhimo)

Komitmen Wujudkan Masyarakat Berdaya

Kepala Dusun Betet Ahmad Saikhu (51) sebagai pencetus ide wisata tani mengaku sangat gembira melihat keberadaan WTB saat ini.

“Tentu saja sangat bangga karena jauh melebihi harapan. Padahal WTB ini awalnya hanya untuk memberi tempat wisata murah meriah buat warga desa,” katanya sembari berharap agar pandemi COVID-19 segera berlalu sehingga WTB bisa kembali ramai didatangi pengunjung.

Menurut Saikhu, pada masa pandemi ini beberapa pemuda Betet yang kehilangan pekerjaan di kota dan pulang ke desa, diajak ikut terlibat mengelola WTB sehingga bisa kembali mendapat penghasilan.

“Tentu hal seperti itu sangat membahagiakan kami semua,” kata Saikhu yang diberi kehormatan oleh seluruh anggota Pokdarwis Regul untuk menjabat Manager WTB.

Wisata Tani Betet penamerahputih
Panen selada hasil sistem hidroponik dengan lampu ultra violet di greenhouse WTB yang merupakan bantuan Program CSR PLN Peduli. (Humas PLN)

Sementara itu, Senior Manager General Affairs PLN UID Jatim, A Rasyid Naja mengatakan, pemberdayaan UMKM di WTB yang dilakukan melalui program PLN Peduli bertujuan menyejahterakan para pedagang dan warga Desa Betet.

“Melalui program PLN Peduli, para pedagang dapat mencukupi kebutuhan keluarganya dengan lebih baik lagi. Menurut catatan kami, omzet pengelolaan Wisata Tani Betet pada tahun 2019 mencapai Rp 890,85 juta yang berasal dari pendapatan pengunjung yang dikembalikan lagi untuk pengembangan wisata dan kemajuan perekonomian masyarakat setempat,” kata A Rasyid Naja pada Oktober 2020.

Rasyid menegaskan, PLN melalui PLN Peduli bakal terus mendukung Pokdarwis Regul dan WTB, juga berbagai aktitivitas masyarakat lainnya yang bertujuan memberdayakan warga sebagai ikhtiar meningkatkan perekonomian mereka secara mandiri.

“Kami bakal terus mewujudkan masyarakat berdaya dengan menangkap potensi-potensi lokal yang dimiliki, sebagai bentuk komitmen yang selalu dipegang teguh PLN melalui PLN Peduli,” pungkasnya.(kukuh bhimo nugroho)