PenaMerahPutih.com
Headline Indeks Nusantara

Gugatan Hak Rp 15,6 Miliar Ditolak, Eks Direktur PT LG Ajukan Kasasi

Eks Direktur PT LG Electronics Indonesia, Budi Setiawan saat memberikan keterangan kepada awak media usai sidang di PHI Surabaya, Kamis (4/3/2021).

Surabaya, pmp –  Gugatan Budi Setiawan, mantan Sales Director PT LG Electronics Indonesia, terhadap PT LG sebesar Rp 15,6 miliar karena pesangonnya tak dikeluarkan perusahaan ditolak majelis hakim Pengadilan Hubungan Industrial (PHI) Surabaya. Budi melalui kuasa hukumnya Edy Wibowo mengajukan kasasi.

“Kalau saya menyerah artinya saya menerima dan membenarkan tindakan sewenang-wenang perusahaan,” kata Budi seusai sidang putusan di PHI, Kamis (4/3/2021).

Edy Wibowo dari Kantor Advokat & Penasehat Hukum Wibowo & Partner menyatakan siap memperjuangan hak kliennya.

“Kita akan berjuang keras di tingkat kasasi karena kita menganggap putusan hakim mengada-ada. Kenapa kami melakukan gugatan perselisihan hak ke PHI? Itu justru karena kami menolak semua anjuran Disnaker Surabaya selaku mediator saat proses mediasi,” kata Bowo.

Majelis hakim pada persidangan itu mengabulkan eksepsi dari pihak Tergugat yakni PT LG, serta menolak gugatan dari Penggungat.

“Menerima eksepsi dari Tergugat mengingat gugatan yang dilakukan pihak Penggugat tidak sinkron dengan anjuran dari mediator dalam hal ini Disnaker Surabaya,” kata Hakim Slamet.

Baca Juga :   Ramli Collection Mitra Binaan SIG Produksi Peci Berlampu, Inovasi Siasati Masa Pandemi

Menurut Hakim Slamet, anjuran dari Disnaker Surabaya adalah Perselisihan Kepentingan, namun gugatan yang diajukan pihak Tergugat adalah Perselisihan Hak.

“Maka gugatan Penggugat kabur atau abscuur libel,” papar Hakim Slamet.

Budi merasa janggal dengan pertimbangan Hakim Slamet. Menurutnya jika anjuran Disnaker justru dijadikan rujukan oleh majelis hakim dalam membuat keputusan, lalu untuk apa disediakan upaya hukum melalui PHI?

Saat dilkukan mediasi, pihak Disnaker Surabaya menganjurkan untuk mengupayakan tercapainya perdamaian dan bukan mempersoalkan siapa yang salah dan siapa yang benar.

Nah karena tak bisa menerima anjuran Disnaker, maka Budi dan kuasa hukumnya mengajukan gugatan melalui PHI.

“PHI yang kami harapkan memeriksa kebenaran materil, mengapa justru kembali merujuk ke Disnaker yang sudah jelas kami tolak?” kata Bowo.

Pesangon Tak Dibayar

Baca Juga :   Tumbuhkan Mompreneur, Produsen Daster Kudamas Ajak 1.000 Ibu Rumah Tangga Jadi Reseller

Perselisihan Budi dengan mantan perusahaannya bermula saat Budi menerima SP3 dari perusahaan dan dilanjutkan dengan demosi atau penurunan jabatan. Budi kemudian memilih mengajukan pensiun dini dan disetujui perusahaan.

Persoalan muncul karena pesangonnya ternyata ditahan oleh perusahaan yang memproduksi peralatan elektronik rumah tangga bermerek LG tersebut.

“Sejak mengajukan pensiun dini tanggal 24 Desember 2019 dan disetujui tanggal 30 Desember 2019, pesangon yang seharusnya menjadi hak saya karena mengajukan pensiun dini hingga saat ini masih ditahan oleh perusahaan,” ungkap Budi.

PT LG menahan pesangon karena Budi menolak menandatangani perjanjian yang disodorkan perusahaan, di mana salah satu poin menyatakan tidak akan bekerja pada perusahaan kompetitor LG.

“Tentu memberatkan dan mengekang hak asasi saya. Jadi sudah jelas ini masalah hak saya,” kata Budi.

Sementara menurut Bowo, tindakan perusahaan telah merugikan kliennya, sehingga mereka mengajukan gugatan Rp 15.6 miiliar.

Baca Juga :   Sertifikasi Halal Gratis Bagi UKM, Kemenag Luncurkan Program Sehati

Perinciannya hak pesangon sebagai kepala Departemen Penjualan, di mana setelah dihitung sesuai UU Nomor13/2003 tentang Ketenagakerjaan, mencapai  Rp 5,37 miliar. Kemudian hak cuti tahunan untuk tahun 2019 sebesar Rp 84,65 juta, juga hak cuti hari besar selama enam tahun Rp 148,14 juta.

“Perusahaan juga harus membayar kerugian immaterial yang diderita klien saya sebesar Rp 10 miliar sehingga total Rp 15,6 miliar,” tegasnya.

Kerugian immaterial di antaranya ulah perusahaan yang menyebar SP-3 dan demosi terhadap Budi melalui surat elektronik secara luas. “Sampai merembet ke dealer-dealer sehingga menjatuhkan harga diri klien saya. Ini tidak sepadan dengan dedikasinya selama bekerka di PT LG sejak 1996,” tambahnya.

Oleh sebab itu Bowo berharap PT LG memenuhi tuntutan Budi. “Perselisihan kita belum selesai. Kita berharap manajemen PT LG sadar bahwa tindakannya menahan uang pensiun sebagai hak karyawan itu adalah salah,” katanya. (hps)