PenaMerahPutih.com
HeadlineIndeksSehat CantikTren

Turunnya Motivasi Kerjakan Hobi, Salah Satu Gangguan Psikologis Masa Pandemi

gangguan psiikologis
Deteksi dini bisa dilakukan siapapun, termasuk mereka yang nonprofesional tapi dekat atau yang punya kedekatan dengan penderita. (sehatq.com)

Surabaya, pmp – Pandemi COVID-19 telah memaksa masyarakat beradaptasi dengan cara hidup baru, di mana berbagai aktivitas yang biasanya dilakukan di tempat umum seperti bekerja, bersekolah ataupun berkuliah harus dilakukan di kediaman masing-masing.

Perubahan kebiasaan tak jarang menyebabkan banyak masyarakat yang kesulitan beradaptasi, bahkan banyak dari mereka yang melaporkan diri mengalami berbagai gangguan psikologis selama pandemi.

Layanan SEJIWA, platform penyedia konsultasi psikologi melaporkan, banyak kasus seperti gangguan kognisi, gangguan emosi dan afeksi, gangguan perilaku, serta gangguan psikosomatis dialami oleh masyarakat Indonesia selama pandemi.

“Untuk gangguan fisik yang arahnya psikosomatis, lebih disebabkan karena budaya kolektif masyarakat Indonesia yang menyebabkan mereka malu mengakui bahwa diri sendiri punya keluhan terkait gangguan psikologis,” kata Atika Dian Ariana SPsi, MSc, Sabtu (9/10/2021).

Baca Juga :   Mengenal Toxic Masculinity, dari Sejarah hingga Dampak Psikologis

Menurut Atika, gangguan fisik seperti itu merupakan manifestasi dari beberapa emosi yang dirasakan serta penting dilakukan deteksi dini.

“Kalau bicara deteksi dini, bisa dilakukan oleh siapapun termasuk mereka yang nonprofesional tapi dekat atau yang punya kedekatan dengan penderita,” tegas dosen bidang Psikologi Klinis dan Kesehatan Mental Fakultas Psikologi Unair itu.

Atika melanjutkan, semua orang pada akhirnya punya tanggung jawab untuk memperhatikan lingkungan terdekat, serta harus menjadi lebih peka terhadap perubahan perilaku dan perubahan emosi yang ditunjukkan oleh orang-orang terdekat.

Berbagai perubahan yang dimaksud, misalnya menarik diri secara sosial, menurunnya motivasi mengerjakan hal-hal yang bahkan dulu merupakan hobi mereka, serta perubahan emosi yang ekstrem.

Baca Juga :   Mengenal Toxic Masculinity, dari Sejarah hingga Dampak Psikologis

“Sebagai orang yang nonprofesional, kita bisa kok mendekati, mendengarkan, serta memberi perhatian. Banyak orang yang cukup terbantu dengan dukungan awal yang diberikan oleh orang-orang terdekatnya, seperti kita menyediakan diri untuk menjadi teman curhat,” jelas Atika.

Namun demikian, jika perubahan-perubahan perilaku yang dialami penderita cenderung menetap dan bahkan membahayakan diri sendiri dan orang lain, maka sudah seharusnya mencari bantuan profesional.

Self care itu penting, tapi ketika dirasa ada gangguan dan tidak cukup hanya self care, tidak ada salahnya untuk mencari bantuan profesional. Kadang-kadang orang berpikir:  ‘Ah, ini hanya karena pandemi jadi mood saya berantakan,”  kata Kepala Program Studi S1 Psikologi Fakultas Psikologi Unair ini.

Baca Juga :   Mengenal Toxic Masculinity, dari Sejarah hingga Dampak Psikologis

Mengenai bantuan profesional, banyak masyarakat bingung apakah harus mendatangi psikolog atau psikiater. Atika menjelaskan bahwa layanan-layanan psikolog dan psikiater itu sebenarnya sangat dekat dan bisa saling bekerja sama. Oleh karena itu masyarakat bisa memilih salah satu dari dua tenaga profesional ini. (els)