PenaMerahPutih.com
HeadlineIndeksSehat CantikTren

Seks Setelah Stroke, Anda Mungkin Lumpuh Tapi Tak Berarti Seluruh Tubuh Tak Berfungsi

Seks setelah stroke
Anda mungkin mengalami kelumpuhan atau masalah bicara, tetapi hal itu tidak berarti seluruh tubuh anda tidak berfungsi. (perdossi.org)

Jakarta, pmp – Anda mungkin mengalami kelumpuhan atau masalah bicara setelah terserang stroke, tapi hal itu tidak berarti seluruh tubuh anda tidak berfungsi. Begitulah, para penderita stroke hampir selalu mengalami kesulitan dalam aktivitas seks dan hal itu dapat memengaruhi kehidupan mereka di luar kamar tidur.

Sebuah penelitian terbaru yang dirilis American Heart Association (AHA) menawarkan wawasan dan pemahaman baru tentang hambatan melakukan aktivitas seks setelah terserang stroke.

Peneliti mewawancarai 150 pasien stroke di sebuah pusat kesehatan di Lima, ibu kota negara Peru. Usia rata-rata pasien 63 tahun dan lebih dari 100 pasien adalah laki-laki.

Hampir 60% mengatakan mereka menderita semacam disfungsi seksual dan hanya 10% yang menggambarkan kehidupan seks mereka sebagai optimal. Masalah yang paling sering dikeluhkan para pasien adalah penurunan frekuensi hubungan seksual dan penurunan hasrat seksual.

“Secara signifikan disfungsi seksual lebih terkait bagaimana pasien memandang kemampuan mereka, dibanding tingkat gangguan nyata,” kata Dr Victor Montalvan, peneliti utama penelitan tersebut.

Montalvan mengatakan, penelitiannya didorong oleh banyaknya pasien yang meminta bantuannya untuk mengatasi masalah seksual setelah terserang stroke.

Menurut Montvalan yang ahli saraf di Texas Tech University Health Sciences Center, hal obyektif dari kecacatan tidak terkait dengan disfungsi seksual para penyintas stroke.

Baca Juga :   Efek Samping Kemoterapi Tak Lagi Menakutkan

“Persepsi terhadap diri sendiri yang tampaknya cacat justru menyebabkan depresi dan ketakutan selama hubungan seksual, atau justru dikaitkan dengan disfungsi seksual,” katanya.

Hasil penelitian Montvalan dan timnya akan dipresentasikan pada Rabu ini di Konferensi Stroke Internasional yang digelar secara daring oleh Asosiasi Stroke Amerika.

Tak Berarti Seluruh Tubuh Tak Fungsi

Profesor Susan Barnason dari College of Nursing di University of Nebraska Medical Center di Lincoln AS mengatakan, penelitian Montvalan memperkuat problem umum selama ini, yakni ‘kurangnya informasi’ tentang penyintas stroke dan aktvitas seksualnya.

“Terlepas dari fokus penelitian dilakukan di rumah sakit Peru, temuan tersebut sejalan dengan apa yang telah dilaporkan di tempat lain,” kata Barnason.

Menurutnya, secara keseluruhan memulihkan aktivitas seksual penderita stroke memang penting. “Sebab hal itu bakal membuat pasien merasa mereka lebih normal,” kata Barnason.

Sebagai catatan, Barnason merupakan anggota komite yang merekomendasi agar seseorang dengan penyakit kardiovaskular melakukan konseling seksual pada tahun 2013 dan dirilis AHA dan European Society of Cardiology’s Association of Cardiovascular Nursing and Allied Professions.

Baca Juga :   Hati-Hati, Kebiasaan Tidur Terlalu Lama Tingkatkan Risiko Stroke

Jika seorang penyintas menikmati kehidupan seks yang sehat sebelum terkena stroke, memulihkan kehidupan seks dapat membantu mereka memahami poin penting bahwa: “Anda mungkin mengalami kelumpuhan atau masalah bicara, tetapi hal itu tidak berarti seluruh tubuh anda tidak berfungsi.”

Seks Hal Wajar Pascastroke

Montalvan mengatakan, hasil penelitiannya tentang batas yang dirasakan oleh setiap penyintas stroke bakal mencerminkan bagaimana dia belajar mengatasi gangguan yang dialaminya.

“Ada orang yang cacat ringan, tetapi mereka benar-benar merasa sangat cacat. Dan ada orang yang sangat cacat secara fisik, tetapi mereka berpikir bahwa mereka dapat melakukan banyak hal,” katanya.

Dia mencontohkan orang yang mungkin sudah tidak bisa lagi menggunakan tangan, tetapi tak pernah putus asa untuk terus belajar melukis. “Mereka bahkan merasa tubuhnya masih berfungsi,” katanya.

Menurut Montalvan, meskipun penderita stroke harus berhati-hati tentang aktivitas fisik, seks tidak dianggap sebagai faktor berisiko.

“Berdasarkan pedoman yang kami ulas, sebenarnya tidak ada kontraindikasi bagi seseorang yang pernah mengalami stroke di masa lalu untuk melanjutkan kehidupan seksualnya. Justru sebenarnya bagus untuk memulai kembali kehidupan seksualnya,” kata Montvalan.

Namun hal yang harus dicatat, penyintas harus tetap berkonsultasi dengan dokter untuk memastikan kondisi fisiknya tetap tekontrol, seperti tekanan darah tinggi atau gula darah tinggi.

Baca Juga :   Dua Kali Stroke di Usia 12 Tahun, Makenzie Sembuh Berkat Motivasi Diri

“Hal itu untuk mewaspadai kemungkinan masalah kesehatan lain seperti detak jantung yang tidak teratur atau jantung membesar,” katanya.

AHA sendiri menyatakan bahwa melakukan aktivitas seks adalah hal ‘wajar’ pascastroke.

Hal yang menarik menurut Montvalan, saat awal merekrut 15 dokter untuk telibat dalam penelitiannya, tidak satupun dokter tersebut saat praktik menanyakan kepada pasiennya tentang topik seksual. Para dokter itu justru menganggap masalah seksual sebaiknya ditangani oleh spesialis lain.

Namun pada akhir penelitian, sebagian besar dokter tersebut berubah pikran dan mengatakan bakal berdiskusi dengan para pasiennya terkait aktivitas seks. Kini para dokter itu meyakini bahwa diskusi terkait seks justru bakal mendorong hubungan yang lebih kuat antara dokter dan pasien.

Menurut Montvalan, kehidupan seks yang sehat justru membantu pemulihan stroke, selain meningkatkan hubungan antarpasangan. Apalagi orang-orang dengan hubungan yang baik dengan pasangannya cenderung lebih peduli kesehatan dan tidak terlalu mudah mengalami depresi.

“Pada akhirnya menjaga fungsi seksual baik untuk kesehatan jantung, juga bagus untuk kesehatan emosional,” pungkas Montalvan.(els)