PenaMerahPutih.com
Headline Indeks Tren

Wagashi Kue Tradisional Jepang, Legit di Lidah Sedap di Mata

Wagashi penamerahputih
Masyarakat Jepang menuntut Wagashi memiliki karya seni indah sehingga seringkali bentuk dan warna jauh lebih penting ketimbang rasa. (gowithguide)

Jakarta, pmp – Wagashi bukan sekedar kue. Keindahan ragam bentuknya kerap merupakan karya seni bernilai tinggi yang umumnya menggambarkan indahnya empat musim di negeri Jepang, yakni musim semi, musim panas, musim gugur dan musim dingin.

Keindahan bentuk kue tradisional campuran beras ketan dan tepung beras yang memiliki kelembutan dan rasa manis itu, sering kali memunculkan rasa sayang untuk mengonsumsinya.

“Wagashi tidak hanya dinikmati dengan indera pengecap tetapi juga dengan mata karena memiliki penampilan visual yang indah dan dianggap karya seni tinggi,” kata Fukui Tomoya, ahli pembuat kue dari toko kue Toiro yang berdiri sejak tahun 1867 di Kyoto Jepang.

Menurut Fukui Tomoya, selain berbahan dasar tepung beras dan beras ketan, Wagashi dikombinasikan dengan pasta kacang merah dan buah kering.

Ada tiga jenis Wagashi, yaitu Namagashi dengan kadar air 30 %, Hannamagashi dengan kadar air 10%-30%, serta Higashi dengan kadar air kurang dari 10%.

“Pesona Wagashi bahkan terasa dalam sensasi yang bisa ditangkap lima panca indera, yaitu penglihatan, penciuman, pengecapan, pendengaran dan sentuhan,” kata Fukui.

Baca Juga :   Ini Rahasia Masyarakat Jepang Memupuk Disiplin Anak-Anak

Secara penglihatan, Wagashi sangat menarik dan indah. Kemudian rasanya yang manis memancarkan kekhasan bahan dasar alami seperti kacang-kacangan dan biji-bijian yang merupakan makanan pokok tradisional Jepang.

Sementara dari sisi tekstur, Wagashi sangat lembut namun bentuknya tidak mudah rusak jika salah satu bagian disentuh atau dimakan. Kelembutan yang mengungkapkan kesegaran, kualitas dan keunikan bahan pembuatnya.

Aroma Wagashi juga sangat harum namun tidak mengesankan wangi permen yang berlebihan.  Sementara dari sisi pendengaran, merupakan imajinasi yang seolah terdengar kala menikmati Wagashi.

Wagashi penamerahputih
Wagashi sebagai teman minum teh dalam upacara minum teh. (istimewa)

Bentuk Doraemon dan Hello Kitty

Wagashi merupakan istilah bahasa Jepang untuk kue dan permen tradisional, dipergunakan untuk membedakannya dengan kue dari barat yang disebut yogashi dan diperkenalkan orang Eropa sejak zaman Meiji.

Menurut Fukui, jenis kue seperti Wagashi berasal dari China yang akhirnya dikembangkan dan disesuaikan dengan kebudayaan Jepang secara turun-temurun.

Selanjutnya Wagashi menjadi bagian dari tradisi di Jepang, seperti disuguhkan sebagai teman minum teh dalam berbagai upacara minum teh. Rasa kue yang manis memang sangat cocok dipadukan dengan rasa teh yang pahit.

Baca Juga :   Kuil Nishi Honganji, Warisan Hebat Arsitektur Budha di Kyoto Jepang

Pada umumnya,Wagashi memang menjadi hidangan bagi perayaan atau berbagai festival di Jepang yang dilakukan setiap musim.

“Wagashi selalu dibentuk berdasarkan suasana musim yang ada di Jepang, berbagai perayaan atau kegiatan lain yang memerlukan kue ini sebagai hidangan. Warna wagashi juga disesuaikan suasana musim dan perayaan yang diinginkan,” kata Fukui Tomoya.

Menurutnya, Wagashi yang dihidangkan saat musim gugur biasanya identik dengan bentuk daun dan warna-warna kuning. Maklum saja, saat musim gugur daun-daun yang hijau menguning sebelum gugur berjatuhan.

Sementara Wagashi musim semi rata-rata berbentuk bunga yang sedang mekar atau burung. Wagashi musim panas harus mencerminkan kesejukan bagi orang yang melihatnya dan sering menggunakan tepung Kuzu yang dibuat dari umbi Pueraria Lobata, juga agar-agar Mizu Yokan yang hanya tersedia di musim panas.

“Wagashi untuk perayaan Hari Anak-Anak atau Hina Matsuri, warna dan bentuk kue harus menggambarkan keceriaan anak-anak. Salah satunya berbentuk cangkang kerang yang menurut kepercayaan masyarakat Jepang merupakan doa untuk anak-anak agar ketika dewasa kelak hidup bahagia,” papar Fukui Tomoya.

Baca Juga :   Miyakawa Katsutoshi: Sejak Prof NA Jadi Gubernur, Banyak Investor Jepang Minati Sulsel

Masyarakat Jepang percaya, cangkang bisa disimbolkan sebagai laki-laki dan perempuan, sehingga diharapkan saat mereka menikah, layaknya kerang yang selalu berpasangan, orang hanya memiliki satu pasangan yang harmonis dan setia.

Menurut rocketnews24, wagashi tak hanya dibuat untuk perayaan-perayaan tertentu, tapi juga kerap dibentuk menyerupai beragam tokoh animasi seperti Doraemon, Hello Kitty dan animasi lainnya.

Maka tak perlu heran jika wagashi hanya bisa dibuat oleh koki pastri berpengalaman. Di Jepang terdapat toko-toko tua yang hingga kini masih menjual wagashi. Sebut saja Toko Fukushimaya yang berdiri sejak zaman Edo dan hingga kini masih menyediakan kue-kue wagashi dalam setiap musim.

Masyarakat Jepang menuntut Wagashi memiliki karya seni yang indah, sehingga seringkali bentuk dan warnanya jauh lebih penting ketimbang rasa. Maka tak perlu heran, jika Wagashi juga menjadi salah satu oleh-oleh khas dari negeri Sakura. (Sekar Ayu)